by admin | Jan 24, 2022 | Information, News, Uncategorized
Oleh Erwin Parengkuan
Bisingnya dunia saat ini dengan distraksi yang begitu masif membuat banyak orang semakin sulit berkomunikasi dengan baik. Sejujurnya semakin mereka sulit berbicara, semakin laku keras bisnis bicara seperti yang kami jalankan di Talkinc. Sedangkan kebutuhan bicara yang jelas dan terstruktur merupakan fondasi interaksi manusia semenjak beradab-adab yang lalu.
Ketika kami terjun langsung dalam setiap training, saya melihat dan menyimpulkan ada 2 masalah besar yang kerap dialami antara atasan dan bawahan dalam komunikasi dan jurang ini yang makin besar dari waktu ke waktu, khususnya kepada para pekerja di dunia profesional. Dari frontliners hingga para pucuk pimpinan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Para bawahan lebih kepada masalah tingkat kepercayaan diri yang rendah (takut salah, takut menyinggung perasaan dengan pemilihan kata yang tidak tepat). Sedangkan sang bos rata-rata urusan ego yang terlalu besar dalam berkomunikasi sehingga mereka masih terkesan otoriter dan tendensi hanya mau didengar saja. Belum lagi birokrasi yang berkepanjangan, semakin kusutnya komunikasi dalam setiap organisasi. Sikap apatis dan pasrah makin banyak terlihat dimana-mana. Bayangkan setiap orang berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya kerjasama yang baik.
Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan melakukan sesi group coaching kepada 4 orang pemimpin di perusahaan BUMN. Kontras sekali terlihat gaya kepemimpinan dan gaya berbicara yang berbeda antara mereka yang masuk kategori millennials dan kolonial. Kita tahu, perbedaan generasipun memberikan kontribusi yang besar terhadap kekusutan komunikasi. Salah satu pemimpin di kelas terlihat kaku dan otoriter. Bicaranya tegas, suaranya kencang dan sangat mahir memberikan instruksi. Sedangkan satu pemimpin yang datang dari generasi millennials, terlihat tidak PD dan takut salah. Padahal, seorang pemimpin masa kini dituntut harus lentur dan cekatan dalam melihat perubahan yang makin cepat. Mereka harus dapat membangun “jembatan” yang baik dengan para bawahannya dan memberikan dampak yang besar dalam setiap kesempatan berbicara dan saling menghargai sehingga organisasi yang dipimpinnya terus bertumbuh. Sebuah organisasi yang membidik target market anak muda, mutlak dapat berkomunikasi dengan “gaya” mereka, bukan yang kuno apalagi arogan. Tidak heran bisnis jalan di tempat karena tidak adanya kolaborasi dan rasa saling percaya yang baik satu sama lain.
Dalam kesempatan yang berbeda pada saat makan siang, seorang leader mengeluhkan kepada saya bahwa sulitnya menggerakkan team di bawahnya. Rupanya ketika kami makan, ia sedang menikmati tempe mendoan dan saya luput mengambilnya. Saya bilang “oh ada ya tempe mendoan?”
Sedangkan generasi yang lebih muda, tentu akan takut kepada atasan macam itu. Apalagi mereka maunya serba cepat, ringkas, bicara apa-adanya (dengan pemilihan kata yang apa adanya), belum lagi urusan tingkat kepercayaan diri yang merosot bila bertemu atasan yang kaku dan bossy. Jujur kondisi ini makin sering kami temui dalam setiap pelatihan. Wah, bagaimana kita bisa makin maju kalau urusan dasar berkomunikasi saja tidak dikuasai?
Kualitas manusiapun sekarang makin menurun, jabatan tidak melulu setara dengan kompetensi yang dimiliki. Terkadang materi yang kami berikan harus diturunkan levelnya berkenaan dengan hal tersebut. Menyedihkan! Pengalaman dan cerita ini, adalah bagian dari banyak pelatihan dimana dalam setiap training, rata-rata 80% peserta kami berdomisili di Jakarta. Ibukota negara dengan potensi manusia yang makin merosot. Bagaimana dengan mereka yang ada di daerah? Kota kecamatan? dll? Seperti juga yang saya alami mengajar keluar kota dengan para pemimpin di daerah yang memiliki gelar S2, ternyata tidak semua mampu berbahasa Inggris. Akhirnya kami harus mengganti materi semua dengan Bahasa Indonesia. Coba anda bayangkan 10 tahun kedepan seperti apa wajah organisasi bila setiap orang didalamnya masih berkutat masalah komunikasi?
Kesadaran untuk bertumbuh dan berkembang menjadi milik pribadi setiap orang, bila ini disadari penuh dan dilakukan terus menerus dengan analisa diri, dan belajar dari banyak konten bicara, melihat cara figur keren tampil, hendaknya dapat menjadi sebuah inspirasi yang nyata. Bila dicari sendiripun sangat banyak tutorial dan role model yang inspiratif, sehingga kita tahu akan hal-hal yang harus dimiliki untuk bicara menarik dan tentunya akan membuat kita menjadi lebih sukses. Jadi sangat tidak ada alasan untuk tetap berdiam diri dan bertahan kemampuan komunikasi yang saat ini dimiliki saja.
by admin | May 7, 2021 | Uncategorized
Oleh Erwin Parengkuan
Kalau dihitung, ini adalah jam dalam satu minggu dimiliki
oleh semua orang. Mulai dari anak kecil dengan waktu bermain yang lebih banyak,
beranjak dewasa dan meniti karir. Dimana waktu bermain kita lantas menjadi sedikit
karena kita mengejar kehidupan yang baik. Semua itu kita jalani hingga detik
ini, baik secara sadar maupun tidak sadar. Saya terkadang kagum dengan mereka
yang dapat membagi waktunya dengan sangat amat efisien. Sebut saja orang-orang
dengan jabatan yang tinggi. Seperti Presiden, seperti para pemimpin itu dengan
jadwal yang padat detik demi detik, terkadang meeting dilakukan sambil berjalan
kesuatu tempat, untuk pindah ke lokasi lain. Tiba-tiba ada disatu tempat,
kemudian berpindah lagi, bertemu masyarakat, dan masih punya waktu dengan
dirinya, keluarga dan -bersenang-senang
dengan teman inti mereka.
Sebagian dari anda mungkin tahu juga kalau saya memiliki
saluran berbagi tidak hanya di website ini, tapi juga secara audio di podcast
yang sudah saya jalankan rutin selama 2 tahun ini. Saya terkadang berniat untuk
menghentikan podcast saya, tapi dari kegiatan yang saya lakukan, ada saja
cerita baru yang muncul kemudian saya bagikan serentak secara audio, tulisan
termasuk berbagi ke kelas online maupun offline.
Kita semua memiliki waktu yang sama, tapi terkadang tidak
pandai membaginya. Orang yang sibuk tentu pandai akan hal ini, tapi orang yang
banyak waktu luang, sepertinya tidak pandai dalam membagi waktu. Kegiatan rutin
yang dilakukan setiap orang hendaknya membantu mereka untuk punya management
waktu yang baik. Karena kegiatan yang kita lakukan akan terus berulang sampai
kapanpun, tapi rupanya tidak semua orang bisa efesien soal waktu, termasuk
ketika seseorang berbicara terkadang banyak sekali pemilihan kata yang
berulang, atau salah dalam menempatkan/memilih kata, sehingga pesan kemudian
menjadi bias.
Buku yang belum lama saya baca, bercerita tentang waktu.
Bagaimana kita bisa lebih disiplin dalam menjalankan dan memaknainya. Saya
berharap tulisan ini dapat membantu anda untuk lebih pandai dalam membagi waktu
yang kita miliki.
Ada 5 hal penting yang disampaikan dalam buku yang ditulis
oleh Harry M. Jesen Kraemer, Jr dalam bukunya “From Values to Action” berikut
pembagian waktu yang ia sampaikan:
Career : 50 jam (30%)
Family : 28 jam (17%)
Spirituality : 11 jam (7%)
Health/sleep : 55 jam (32%)
Fun/recreation/reading : 14 jam (8%)
Social responsibility/making difference : 10 jam (6%)
Ketika membaca buku ini saya lantas merefleksikan diri
terhadap waktu yang saya jalani, apakah semua uraian tersebut sudah saya
jalani. Soal berapa jumlah waktu/prosentase-nya tentu berpulang kepada setiap
orang akan fungsi dan tujuan hidupnya. Saya sangat sependapat dengan penulis
yang mengatakan bahwa hidup ini harus life balance, bukan work life balance,
karena 6 faktor ini bila kita jalankan akan membuat kita berdaya, berdampak
kepada diri dan orang lain. Tidak hanya sibuk mengejar karir.
Setiap kita memang mempunyai prioritas yang berbeda-beda,
tapi sejatinya setiap orang harus memaksimalkan dirinya seperti yang kita tahu
tentang teori dari Abraham Maslow “The Hierarchy of Needs.” Semakin tinggi
tingkat kedewasaan seseorang dalam menjalankan karirnya harus dapat hidup
seimbang. Tidak ada karir tentu tidak ada pendapatan, terlalu sibuk bekerja
tentu akan tidak ada interaksi sosial dengan lingkungan luar, tidak membaca
buku, tentu tidak ada wawasan baru, tidak tidur dan olah raga tentu fungsi
tubuh akan melemah sejalan dengan bertambahnya usia dan sulit berkonsentrasi.
Tidak punya waktu dengan keluarga tentu tidak ada support system yang akan
memotivasi kita dan membuat kita bahagia.
Kalau pengalaman saya, selalu memaksakan diri untuk terus
bertumbuh dengan 6 komponen diatas. Saya merasakan bahwa semakin hari semakin baik
dalam membagi waktu saya. Ini adalah tantangan yang harus kita jalankan, walau
kebayakan orang memang punya tendensi malas dan penunda. Itu tidak ada dalam
kamus saya. Seperti contoh, bila satu hari tidak ada kegiatan dalam bekerja.
Saya akan tetap membuat jadwal harian, crowd my calender! Pagi hari buat saya
jam 5 adalah waktu terbaik saya untuk menjalankan rutinitas berolah raga dan
baca buku. Mungkin 1 hal yang perlu saya tambahkan dari 6 komponen diatas
adalah makan sehat. Cheating day hanya weekend. Menjadi lengkap bila semua hal
ini kita jalankan dengan kesadaran diri tinggi untuk terus bertumbuh dan
kemudian memberikan dampak positif bagi orang lain/lingkungan. Seperti yang
dilakukan oleh orang-orang sukses mereka kemudian peduli kepada orang lain,
menjadi dermawan dan merasakan hidup ini menjadi berguna dan juga bermanfaat. Life
balance adalah kata yang tepat untuk kita saat ini dan di waktu mendatang.
by admin | Dec 5, 2020 | Information, News, Uncategorized
Oleh Erwin Parengkuan
Dalam sebuah sesi online dengan beberapa leader belum lama
ini, salah seorang leader mengeluh kehilangan kepribadian yang ia telah miliki
dulu karena setelah disadari ternyata “tekanan” di kantor telah membuatnya
menjadi pribadi yang berbeda. Ia lantas merenung dan mengungkapkan ini di depan
forum online. Sedih juga saya mendengarkan kejujuran ceritanya. Saya
membandingkan dengan diri saya, yang kok ringan-ringan aja menjalankan hidup,
dan tetap menjadi apa adanya. Bukan karena saya bebas masalah, karena tidak ada
satupun manusia di dunia ini yang bebas masalah. Selama kita masih membuka
mata, ya tentu masalah akan datang silih berganti. Saya bisa menjadi apa adanya
karena selalu mengingat ucapan mendiang ayah saya “selama kamu tidak buat
salah, tidak menyakiti lawan bicara, jangan pernah kau takut anak!”
Ketika seseorang terlalu didera dengan masalah hidup,
masalah pekerjaan, kita kemudian menjadi seperti robot, alias template seperti slides
presentasi yang dapat diambil bebas dimana-mana. Sayang sekali ketika seseorang
tidak memiliki kesadaran akan pertumbuhan diri. Tidak mempunyai kendali atas
dirinya dan mengaturnya (self management). Jujur, makin kesini saya melihat
banyak orang makin bermasalah dengan dirinya, kalau anda berdalih karena Covid,
bukanya 7 milyar lebih manusia di dunia ini juga mengalami hal yang sama dengan
anda? cemas, kuatir akan masa depan, bagaimana kalau tertular? bagaimana dengan
pekerjaan saya, keluarga saya? itu hanya salah satu contoh yang saya sampaikan
untuk membuka tulisan ini. Jawaban terbaik adalah kita semua harus memiliki
kesadaran penuh seperti tema ulang tahun Talkinc kali ini “AM I Fully Awake?”
Apakah anda juga sadar? Akan tujuan hidup? Karena semua orang bila memiliki
kesadaran akan menentukan/mendapatkan jawaban: untuk apa saya hidup di dunia
ini? Apa tujuannya? Apa yang saya inginkan? Ketika semua pertanyaan dapat anda
jawab, anda akan menjadi Otentik apa adanya. Itulah kualitas pertama dari judul
tulisan saya. Bila kita tidak otentik, tentu sulit dalam menjalani kehidupan
ini. Kalau terlalu jaim, kita akan terjebak dalam sesuatu yang sangat umum
dalam berkomunikasi, tidak ada yang membedakan kita dengan kebanyakan orang.
Dan lawan bicara menginginkan anda menjadi pribadi yang otentik, bukan palsu,
apalagi ada agenda terselubung!
Kualitas kedua yang mutlak setelah seseorang kembali
menemukan dirinya dengan proses kontemplasi, selftalk, meditasi, relaksasi. Me
time dll. Kita dapat melihat diri kita lebih komperhensif lagi, yaitu membangun
hubungan dengan kata Relevant! Relevan artinya adalah memenuhi ekspektasi lawan
bicara,sesuai dengan harapan mereka, tidak keluar jalur, memberikan jawaban
yang dibutuhkan dan mengikuti kaidah etika yang berlaku (common sense and
common ground). Seorang kawan bercerita kepada saya, tante tertuanya dalam
sebuah acara kedukaan di kuburan, diminta untuk memberikan pidato kepada semua
keluarga dan relasi yang datang. Sayangnya sang tante justru bukan bicara
tentang kepergian kehilangan yang dialami keluarga, eh malah bicara tentang
betapa bersyukurnya ia memiliki support system di bisnis yang ia jalankan,
kebetulan beberapa support system yang ia maksud berada juga pada acara
penguburan itu. Bukti ketika kita bisa bicara di depan publik, tidak serta
merta setiap orang dapat menjadi releven. Kuncinya adalah analisa berpikir,
kemampuan untuk membaca situasi yang ada ( common sense) dan menyampaikan
narasi yang sesuai dengan ekspektasi lawan bicara. Makin banyak saya amati
dalam setiap kelas, keadaan seperti ini terus bermunculan. Seorang leader yang
membuka acara webinar kemarin-pun, bicara panjang lebar, sangat normatif, tidak
ada insight dan sangat tidak relevan, kasian! Orang ini seperti asik sendiri
didunianya tanpa menyadari apa yang terjadi dilingkungan dimana ia berada.
Kualitas terakhir adalah Connection. Nah ini memerlukan
banyak latihan, setelah kita fokus kepada 2 kualitas penting diatas, sekarang
saatnya belajar melatih diri dengan melihat dari “kacamata” lawan bicara, bukan
dari sudut pandang kita. Karena hal itu pasti akan menjadi subjektif dan tidak
dapat connected dengan lawan bicara. Latihan menurunkan ego ketika bicara
adalah kuncinya, melihat dari sudut pandang mereka, akan apa yang mereka
butuhkan. Tidak mendominasi pembicaraan, mendengarkan dengan kedua telinga
anda, itu yang disebut seni membangun hubungan dengan active listening. If we
could always stay connected with our audience you definitely will win their
hearts. And again, in communication one thing to be remember, it’s not about
you, it’s about them!
by admin | Aug 25, 2020 | Uncategorized
by admin | Nov 1, 2017 | Uncategorized
[SLGF id=3934]
by admin | Oct 27, 2017 | Uncategorized
[nimble-portfolio post_type=”post” taxonomy=”category” filters=”65″ ]