Oleh Erwin Parengkuan

Suatu hari, selepas jam makan siang saya bersama anak kantor mengadakan meeting dengan klien kami di sebuah café langganan dekat kantor kami di Menteng, Jakarta Pusat. Belum pernah saya datang di jam tersebut dan alangkah terkejutnya saya ketika sampai di sana karena parkiran tempat tersebut sangat penuh mobil. Ini bukan weekend atau jam sibuk/pulang kantor dimana banyak orang juga ingin melepaskan penat mereka. Makanan dan service di tempat ini memang memuaskan. Saya amati juga, tempat ini tidak pernah melakukan promosi gencar-gencaran tetapi selalu ramai. Hebat!

Ketika meeting telah selesai, saya pulang dengan pikiran menggantung, apa ya faktor utama tempat ini selalu ramai termasuk di jam yang tidak sibuk sekalipun? Sampai rumah istri saya mengajak nonton, saya membuka aplikasi di ponsel untuk melihat film apa saja yang saat ini sedang diputar di bioskop. Ada satu film dengan judul “Missing” dari Colombia Pictures. Bercerita tentang seorang ibu yang hilang dan sang anak remajanya yang mencari tahu rekam jejak sang ibu ada dimana. Kami kemudian bergegas pergi. Film ini dikemas dengan sangat baik, alur cerita, para pemain, tidak bertele-tele. Bila melihat makna dalam film ini, secara moral tidak terlalu mendalam, tetapi menarik sebagai sebuah hiburan. Setelah film usai, kami membahas tentang film ini, saya bilang ke istri, ini film Hollywood mereka sudah hatam cara membuatnya. Cerita yang biasa, bila dibuat dengan plot twist yang tepat tentu akan menarik untuk disaksikan. Sama persis seperti café yang saya datangi siang tadi. Sebuah kekuatan dari alur yang sangat dikuasai dengan baik. Kita semua tahu, sebuah system/pola yang terus menerus dilakukan akan menciptakan alur dalam sebuah hasil. Bila alur tersebut terus dievaluasi, akan terjadi yang namanya “experiential learning” yaitu sebuah proses pembelajaran dari setiap fase/moment yang dilakukan. Trial and error, adjust and make it better, kurang lebih seperti itu. Hasilnya sudah pasti akan menjadi lebih baik dan lebih baik.

Begitupun dengan cara kita berkomunikasi. Bagiamana alur itu kita miliki, kita kuasai dan menjadi fondasi yang kuat seperti kedua contoh di atas. Sayangnya kita bukan robot, kita tidak seperti system yang dibuat. Kita sangat kompleks. Ada “rasa” dalam diri setiap orang, tepatnya level emosi yang berbeda-beda. Contoh orang yang baper tentu tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik, juga buat mereka yang temperamental, begitupun orang yang selalu pasif dan pasrah akan sangat datar cara bicaranya. Itu baru urusan emosi yang dimiliki berbeda dari setiap orang, belum lagi PR terbesar adalah kemampuan dalam mengendalikan diri, kemampuan menganalisa diri, kekayaan wawasan dll yang berujung sebuah proses yang kita buat dan jalani. Apapun itu, akan menghasilkan cara bicara dari kemampuan seseorang berkomunikasi.

Dalam sesi group coaching belum lama ini, seorang bos bertanya kepada saya “Bagaimana caranya menghilangkan blank ketika berbicara?” seperti pemaparan dari contoh-contoh di atas, itu juga yang saya sampaikan. Perlunya kita menguasai 100% konten dan membuat sebuah flow/alur dari ragam kemampuan komunikasi kita pada situasi yang berbeda-beda. Konteks atau tujuan komunikasi tentu harus sesuai dengan ekspektasi audiens, sehingga ada insights yang kita berikan kepada mereka. Termasuk penyusunan alur/flow yang menjadi fondasi utama. Jawabannya adalah kekuatan pikiran yang kita miliki menjadi fondasi dari sebuah alur yang tepat.

Setiap car akita berkomunikasi sangat bergantung pada kemampuan menyusun kata-kata yang tepat, tidak muter-muter. Kata yang dipilih harus mudah diterima, menarik perhatian, tuntas dan tentu harus diikuti dengan cara menyampaikannya. Saya jadi ingat, 19 tahun yang lalu ketika memulai TALKINC kami hanya memiliki 4 modul. Sekarang kami sudah memiliki 54 modul dengan payung besar Komunikasi. Artinya, komunikasi itu sangat lentur dan bertumbuh sesuai perkembangan zaman. Ketika kita sadar 100% membuat fondasi itu menjadi sangat penting, kita akan mulai memaksakan diri untuk memperkuat pikiran kita atas penguasaan materi dan kepahaman tujuan bicara yang akan memberikan bobot kepada lawan bicara.

Hendaknya kita semua mulai membiasakan diri untuk menjadi orang yang lebih eksploratif dalam menemukan sebuah system/alur/fondasi bicara yang harus dipraktikkan setiap hari tanpa lelah dan memiliki kesadaran diri untuk terus mengasahnya.