Oleh Erwin Parengkuan
Apakah anda setuju bahwa informasi yang kita terima merupakan info yang benar? Apakah tidak lebih bijaksana bila sebelum dipercayai kita perlu cerna terlebih dahulu benar tidaknya? Dan darimana kita dapat mengetahui kebenaran yang sesungguhnya? Sharing saya kali ini semoga dapat memberikan pandangan tentang arti sebuah kebenaran untuk kita pegang sebagai informasi yang valid. Ada sebuah istilah “scientific method” dimana kita diminta untuk tidak mudah mempercayai sesuatu yang benar (dari info atau diucapkan seseorang) mungkin itu tidak benar, atau sesuatu yang salah itu mungkin benar. Kalau mau disingkat penjelasan saya, adalah menjadi pribadi yang skeptis dalam urusan menerima informasi adalah penting. Dan kalau kita ingin mendapatkan jawaban yang benar tentu kita perlu melakukan proses pencarian infomasi ini, dan alur pencarian kebenaran ini bisa saja tidak berjalan lurus, bisa seperti kurva atau kusut seperti benang. Bahkan bila dicari, kita tidak akan menemukannya pada buku pelajaran. Dan kalau kita sudah menemukannya, pertanyaannya apakah masih relevan dunia saat ini? Seperti banyak buku yang beredar dicetak pada saat sebelum ada Covid-19 pandemic, sehingga banyak teori yang sudah tidak berlaku/relevan. Apakah anda percaya?
Sebuah contoh menarik berikut ini tentang teori gravitasi dan temuan para ilmuan terhadap beberapa planet yang ada. Seorang peneliti bernama William Herschel telah menemukan Planet baru bernama Uranus, sedangkan sebelumnya tidak terdeteksi. Lantas teori gravitasi oleh Isaac Newton muncul dan spekulasi timbul tentang berapa jumlah total planet? Sebuah teori bisa menjadi landasan para peneliti seperti teori Newton, sedangkan belum ada penelitian yang akurat di antariksa untuk mengitung apakah masih ada planet lain disana? Mereka skeptis dan kemudian mencarinya melalui proses yang panjang. Singkat cerita, kemudian dua ilmuwan bernama Le Verrier (seorang ahli matematika dari Perancis) dan John Couch Adam dari German, menemukan planet baru lainnya yaitu Planet Neptunus. Inti dari cerita ini adalah teori yang ada perlu diperkuat dengan konfirmasi dan diteliti dengan seksama. Di dunia modern seperti sekarang, contoh diatas sama seperti berita hoax yang semakin banyak dan mungkin sulit dibedakan oleh kebanyakan orang.
Bagaimana dengan informasi di media sosial yang sangat masif beritanya saat ini? Sangat sulit buat mereka yang naif untuk berpikir skeptis. Semua ditelan bulat-bulat seperti tahu bulat. Misalnya seseorang menuliskan title tentang dirinya sendiri sebagai seorang pakar, tetapi ketika kita teliti ternyata tidak/belum ada track record/diakui oleh industri. Atau belum lama ini di koran nasional seorang politikus menuliskan nama dirinya menjadi sebuah istilah, sedangkan istilah/terminologi tersebut tidak sepadan dengan nilai dirinya.
Dunia semakin bias, semakin banyak orang melakukan kampanye diri yang brutal, karena ego, karena tidak diakui dan ingin diakui, sedangkan kita kerap kali melupakan sebuah proses yang panjang dengan alur yang beraneka ragam prosesnya. Jadi untuk membiasakan diri menjadi lebih kritis dalam menerima sebuah informasi maka kita harus mulai mengambil sikap skeptis dan tidak mudah termakan berita, Menelusuri, mencari kebenarannya melalui proses yang panjang seperti cerita para ilmuan yang tidak mentah-mentah menerima sebuah teori yang bahkan sudah diakui dunia.
Menanggapi label yang dibuat oleh mereka-mereka yang belum diakui, justru mereka itu harus mengacu kepada proses panjang yang dapat dijadikan sebagai panduan untuk meningkatkan karir. Maka prestasi kecil, akan terus tercipta dan tentu akan mulai mendapat pengakuan, dan lama-lama akan membesar dst. Dan istilah/sebutan dari prestasi yang dibuat akan otomatis menjadi atribut yang diberikan industri/masyarakat, dimana seseorang akan semakin menjadi sukses tanpa harus membuatnya labelnya terlebih dahulu.