Oleh Erwin Parengkuan

Kemarin saya bertemu kawan lama dan membahas tentang topik ini secara casual. Teman saya adalah seorang pemimpin di sebuah portal online di Indonesia dia bilang ; “Kenapa ya Win, makin kesini makin banyak orang yang fake?” Wah, ini pembicaraan menarik sekali dalam hati saya. Kami sama-sama bertemu dengan orang baru setiap hari, berganti-ganti. Dan kami sepakat dalam pembicaraan itu jarang sekali menemui pribadi-pribadi yang” apa adanya” Entah mereka masih malu-malu, tidak memiliki kepercayaan diri, takut akan penilaian orang lain, atau dibungkus dengan jabatan yang tinggi harus berpura-pura dalam berinteraksi dan membangun relasi dengan orang yang dijumpainya.

Saat ini saya kebetulan sedang menulis buku tentang Personal Branding 2.0. Dulu, 11 tahun yang lalu, ketika buku dengan judul yang sama saya tulis, ada salah satu komponen penting didalamnya yaitu authenticity/otentik. Tetapi sekarang pemahaman publik tentang personal branding menjadi salah diartikan, yaitu pencitraan, yang banyak dilakukan oleh para pesohor, influencer, bahkan pejabat di negeri ini. Sedangkan kalau kita tela’ah lebih dalam, makna personal branding adalah menampilkan apa yang ada di dalam diri kita.

Begitu banyaknya tantangan pekerjaan, hidup dan dunia modern saat ini, termasuk apa yang kita konsumsi sehari-hari di media sosial adalah bentuk perwujudan bagaimana seseorang menampilkan dirinya dan menilai dirinya. Tetapi kalau yang ditampilkan hanya kulit luarnya saja maka sudah dapat dipastikan hal ini bukan mengacu kepada otentitas seseorang. Memang, sangat manusiawi tidak ada satupun dari kita yang ingin terlihat jelek, sehingga berpotensi seseorang untuk tidak menjadi apa adanya, dan lama-kelamaan kebiasaan ini akan berubah menjadi karakter/identitas seseorang. Padahal, menjadi orang-orang yang fake itu sangat melelahkan loh. Dan sejatinya siapapun kita memiliki keunikan yang harus ditampikan.

Mari kita bahas bagaimana seorang dapat menjadi otentik melalui penjelasan saya. Pertama jujurlah pada dirimu, tentang apa yang kamu miliki, yang berhubungan dengan kekuatan untuk menjadi modalitas seseorang menjadi PD, setelah itu, terbukalah dengan melihat kekurangan diri. Kitapun tahu, bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna, maka terimalah dirimu apa adanya dan galilah potensimu agar lama kelamaan kekurangan diri kita menjadi berkurang. Berikutnya, miliki keberanian diri dan rasa penasaran yang tinggi untuk meningkatkan kapasitas diri dengan selalu melakukan self-exploration yang memerlukan usaha yang gigih dan dijalankan secara konsisten. Jadi dimanapun kita berada kita akan tetap menampilkan diri kita seutuhnya dengan mengetahui apa yang menjadi kekuatan kita.

Saat ini yang terjadi dengan kata pencitraan adalah seseorang melakukan kamuflase diri, entah dalam keseharian mereka, maupun di media sosial. Satu lagi yang terpenting menurut saya untuk membuat kita tetap menjadi otentik, yaitu dengan memiliki mindfulness tentang keberadaan diri kita, peran yang kita jalankan dan dapat menempatkan diri yang tepat dalam situasi yang berbeda-beda di hidup ini.

Ketika semua yang saya paparkan dijalankan dengan sungguh-sungguh, niscaya kita akan dekat dengan diri kita, tidak hanya menjadi otentik tapi mengenal betul, potensi-potensi apa lagi dalam diri kita yang perlu kita kembangkan. Sebenarnya masih banyak lagi elemen-elemen tambahan dalam menjadi otentik, jadi tunggu buku baru saya yang akan terbit tahun ini ya. Pasti akan kami informasikan selanjutnya. Be authentic, be real!