Oleh Erwin Parengkuan

Wah, menulis artikel kali ini penuh tantangan. Bagaimana saya bisa menguraikan sesuatu semantic/makna dalam kata “diam” tidak ada satu patah kata yang terucap, tidak ada suara yang terdengar, yang juga merupakan bagian utuh dari sebuah kata “komunikasi.” Terkadang dalam sebuah interaksi atau komunikasi terlihat seseorang, dua orang, atau banyak orang melakukan an absent of speech. Seorang orator yang diktator seperti Adolf Hitler, kerap kali melakukan hal ini, an absent of speech selama bebeberapa menit di atas panggung. Menghipnotis audiens dan penuh tekanan yang membuat tujuan pidatonya menjadi lebih powerful. Sering juga mungkin pasangan berada dalam satu mobil, tidak saling bicara. Hening..tenang…masing-masing membiarkan pikiran mereka berada dalam senyap tanpa suara. Bukan berarti mereka malas bicara/mungkin. Bisa jadi menikmati suasana dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Kita juga dulu sering mendengar kalimat “silent is gold’ apakah dalam komunikasi hal ini masih valid? Jawabannya relatif! Untuk apa, dan mengapa hal ini dilakukan oleh seseorang. Dalam berbagai situasi, perlu dilakukan, karena menurut saya mutlak saja seseorang absen dari bicara ketika berkomunikasi, bukan dalam kontek gagap atau kehilangan kata-kata, tetapi menjadi bagian dari alur/the flow. Menciptakan kekuatan baru dan perhatian lebih dari lawan bicara, untuk terus stay on the flow dan menantikan kata berikutnya yang akan kita ucapkan. Seperti sebuah jeda/pause. Sangat penting dilakukan ketika berbicara, agar kata-kata yang diucapkan tidak terus mengalir deras seperti kran yang bocor. Hasilnya, sulit ditampung oleh lawan bicara!

Saya ketika berada dalam sebuah diskusi atau sesi mengajar, sering sekali menggunakan strategi jeda ini. Peserta kemudian menunggu kalimat berikut yang akan saya sampaikan. Walau terkadang jeda dilakukan sebagai sebuah proses dalam mencari kata yang paling tepat dari banyaknya sinomim dibenak saya. Sekali lagi, kita bicara kali ini dalam konteks positive silent/jeda untuk sebuah kekuatan, bukan destructive silence shout down communication, dimana terjadi ketidakmampuan seseorang dalam memilih kata/blank/gugup. Karena sudah sepatutnya apapun yang kita bicarakan harus/mutlak dikuasai.

Berikut ini adalah 5 keuntungan penting yang akan diraih seseorang ketika melakukan “diam/jeda” dalam berbicara:
1. Memimpin pembicaraan
2. Golden moment
3. Membuat lawan bicara mencerna dan menunggu
4. Dalam kendali diri
5. Ekspresi dari perasaan

Seperti yang sering saya bahas di kelas maupun dalam tulisan-tulisan saya, bahwa non verbal communication menduduki bobot terbesar dalam berkomunikasi yaitu 70 % ( Penampilan 10%, Bahasa tubuh 60%), kata-kata 10% dan suara 20%. Bagaimana kita bisa dalam kendali, membuat bahasa tubuh juga “diam” sebagai bagian dari mempertebal tujuan. Atau bisa juga anda merubah posisi duduk/berdiri yang mendukung tujuan.

Silence adalah aset penting dalam berkomunikasi, juga ketika saya pergi menginap di hotel, saya tidak menyalakan TV, memutar musik, saya hening, tenggelam dalam pikiran dan perasaan. Ini juga merupakan bagian dari meditasi, kontemplasi diri, berbicara dengan diri sendiri, melakukan self check dan masih banyak lagi keuntungan ketika bisa menggunakan silence sebagai bagian dari komunikasi kepada lawan bicara/audiens. Silence juga menurut saya lebih baik daripada berbicara tanpa makna apapun, seperti terkadang kita menikmati waktu bersama dengan orang lain, tanpa berbicara untuk berada dalam zona diri yang tenang dan nyaman dari dunia yang makin bising saat ini.