Satu kata yang selalu dicari setiap orang, satu kata dengan makna yang berjenjang dalam sebuah wujud upaya yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Sebuah harapan yang diinginkan setiap orang. Kitapun tahu, untuk menaiki “tangga” itu membutuhkan jalan yang panjang dan berliku-liku.

Kata “sukses” memang berdiri sendiri dengan agung disokong segala tindakan yang harus kita lakukan untuk meraihnya. Banyaknya nasihat yang kita dapatkan secara langsung maupun melalui media sosial ternyata tidak serta merta membuat kita menjadi manusia yang sukses kendati semua intisari kesuksesan sudah dibongkar dimana-mana. Tautan di sosial media telah mencekoki kita dengan aneka wujud kesuksesan yang ditampilkan oleh sosok-sosok tertentu termasuk banyaknya kata mutiara dan petuah dari mereka yang dianggap sudah sukses. Baik yang masih hidup bahkan yang sudah meninggal dunia sering kita lihat wara-wiri di timeline. Lalu kenapa tidak semua orang bisa sukses seperti mereka? Sukses dalam karir, sukses berumah tangga, sukses dalam berpresentasi? Padahal semua anjuran, tips and tricks sudah dibongkar habis-habisan di berbagai kanal!

Populasi dunia di tahun 2024 kini mencapai 8 milyar penduduk akan tetapi hanya kurang dari 10% yang memilki kesuksesan dari sisi finansial dengan kekayaan yang berlimpah 7 turunan bahkan lebih. Dalam karir di perusahaan, ternyata tidak semua orang bisa menjadi orang no 1. Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan seorang leader di BUMN yang mengeluhkan teamnya yang beranggotakan 8 orang. Menurutnya, hanya 2 orang yang memenuhi kualitas yang baik. Setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi sukses dalam versinya masing-masing, akan tetapi ada standar umum yang dijadikan acuan kesuksesan seseorang. Artinya, semua orang juga memiliki potensi yang sama untuk sukses, terlepas apa yang sudah/belum mereka miliki. Semua hal yang harus dilakukan untuk meraih sebuah pencapaian memerlukan proses panjang, berulang, memerlukan ketangguhan dan kegigihan dalam berproses.

Kesuksesan dalam konteks berbicara di depan banyak orang memang hal yang menarik untuk dibahas. Menyampaikan pesan yang berbobotpun memerlukan upaya yang besar. Seseorang dituntut untuk dapat mengendalikan dirinya untuk dapat mengatur kata-kata yang akan mereka sampaikan, mengendalikan bahasa tubuhnya, mengatur tempo suara sampai mencocokkan busana yang dikenakan agar terlihat rapi dan menarik. Itu saja sudah memberikan gambaran yang jelas seberapa besar upaya yang harus dilakukan dalam konteks berbicara. Bila penguasaan materi kita minim, jangan pernah berharap untuk menjadi sukses dalam meyakinkan lawan bicara.

Dalam setiap kelas yang saya bawakan, isu kepercayaan diri selalu muncul sebagai sebuah hambatan untuk menjadi menarik ketika berbicara. Artinya, ketika kita saja tidak memiliki kepercayaan diri yang baik akan sulit untuk bisa melewati proses yang panjang dalam melakukan semua tindakan untuk menjadi sukses dalam meyakinkan lawan bicara. Kita harus dapat terlebih dahulu menyakinkan diri kita bahwa kita mampu. Dengan mengucapkan kata-kata afirmatif yang diikuti dengan tindakan nyata yaitu mencoba, mencoba dan terus mencoba, sampai akhirnya afirmasi tersebut terinternalisasi sehingga kita menjadi yakin akan diri kita. “Saya bisa, saya tidak yakin, saya pasti bisa, aduh sulit itu, dan lain-lain” adalah bentuk kata-kata yang nanti akan hidup dan melahirkan sebuah tindakan. Jadi berhati-hatilah dengan kata-kata yang kita pilih untuk ucapkan kepada diri kita karena itu akan menjadi penentu mulus atau tidaknya proses untuk mencapai sebuah kata sukses.

Penulis: Erwin Parengkuan