oleh Erwin Parengkuan
Menekuni profesi sebagai pengajar Public Speaking tanpa saya sadari sudah menginjak tahun ke 19, sama halnya dengan organisasi TALKINC ini. Dari begitu panjangnya perjalanan yang sudah saya lalui, berbagai tantangan berbagi di kelas sudah saya lewati. Peserta yang memiliki antusiasme yang tinggi, minat belajar yang muncul dari kebutuhan, atau karena diminta atasan atau orangtua, membuat saya merekam berbagai macam cara mereka mengutarakan pikiran, perasaannya, dan pendapatnya di depan kelas. Disitulah dinamika berbicara di depan publik dengan individu yang berbeda-beda, isi kepala, audiens yang juga berbeda-beda dengan tujuan pesan yang ingin kita sampaikan diterima 100% dengan baik, tanpa adanya distorsi apapun. Apakah semuanya berhasil menyampaikan pendapat dengan tepat?
Public Speaking atau cara berkomunikasi adalah sebuah landasan utama yang terpenting bagi kita umat manusia, tanpanya kita akan kesulitan untuk menyampaikan pesan apapun yang ada di kepala. Jadi Public Speaking adalah sebuah cara bagaimana seseorang mengutarakan/mengartikulasikan sebuah pesan agar jelas dan runut. Disinilah letak sebuah seni yang dulu kita banyak ketahui tentang 3 faktor yang harus dimiliki seseorang dalam berkomunikasi yaitu bahasa tubuh, suara dan kata-kata, seperti penelitian yang dilakukan oleh seorang professor Albert Mehrabian pada era sebelum digital datang. Saya tidak akan membahas itu karena memerlukan begitu banyak komponen pendukung didalamnya yang harus diasah terus menerus. Kali ini saya justru akan mengajak anda melihat sebuah hal utama dibalik itu yang perlu dimiliki.
Saya menyimpulkan bahwa Public Speaking sejatinya adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya. Bagaimana kita dapat mengatur ego kita dalam berkomunikasi, tidak dominan, tidak merasa paling benar, dan tidak otoriter. Dalam sebuah buku yang saya baca di tulis oleh pemenang Nobel Daniel Kahneman, ia menuliskan sebuah kesimpulan tentang “thinking fast and slow” bagaimana otak kita berpikir secara cepat dan lambat dalam mengambil sebuah keputusan yang memengaruhi cara kita dalam menentukan hal apapun. Begitupun halnya dalam seni berbicara, kita harus dapat mengendalikan diri kita, hanya kita yang dapat mengendalikannya.
Kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya adalah sebuah fundamental dalam Public Speaking. Kita tentu tahu bahwa kecakapan seseorang dalam membawakan dirinya akan menciptakan sebuah relasi yang sangat indah. Saling menghargai, saling melindungi, saling menyayangi, dan peduli terhadap sesama. Hal inilah yang harus terlebih dahulu kita pahami, kuasai dan miliki dalam diri kita. Jadi akan jelas terlihat, mulai dari pemilihan kata-kata yang diucapkan seseorang, jelas terasa bagaimana ia memandang dirinya dan memandang orang lain. Kalau kata-kata, suara, bahasa tubuh bahkan cara berpenampilan yang kita lihat, dengar dan rasakan itu tidak mengena dihati kita, maka akan terlihat bagaimana hubungan yang akan terjadi selanjutnya.
Semua kata-kata yang kita ucapkan akan jadi pengukur yang jelas, bagaimana tingkat kepahaman dari apa yang kita ucapkan, akan terasa juga dan membekas di hati. Kata-kata seperti “masak gitu aja kamu enggak tahu!” melambangkan seseorang yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, yang berimbas lawan bicara merasa direndahkan. Kemudian, dampak selanjutnya tidak akan terjadi sebuah komunikasi yang baik bila kalimat-kalimat seperti ini terus dikumandangkan, belum lagi intonasi dan bahasa tubuh yang mengiringinya memperkuat pesan tersebut.
Komunikasi adalah sebuah seni dalam membangun hubungan. Sepatutnya pemahaman fundamental ini dulu. Dan mulai sekarang, mari kita mengenal diri lebih baik, menguasai diri ,menghargai diri dan menghargai lawan bicara. Mulailah melihat kedalam diri sebelum kita melakukan komunikasi atau Public Speaking, agar terjadi hubungan yang selaras dan saling menghargai karena semua orang ingin diperlakukan dan diperhatikan dengan baik. Baru setelah itu kita latih intonasi dengan tepat, cocokan dengan bahasa tubuh, tekanan suara serta berpenampilan yang sesuai.