First Impression

Oleh Erwin Parengkuan

“Seberapa cepat first impression akan tercipta kita kita melihat seseorang?” Pertanyaan ini selalu saya tanyakan di kelas ketika memulai materi tentang diri, entah itu Boosting Confidence, Personal Branding, Public Speaking dan Presentation Skills. Beragam jawaban saya dapatkan; 5 menit, 2 menit, 3 detik, jawaban terlontar ,mewakili beragam usia peserta. Makin senior mereka, biasanya mengatakan memerlukan waktu yang lebih lama, diatas 1 menit, akan tetapi buat generasi Z atau bahkan millennials mereka akan meyebutkan dalam hitungan detik.

Dalam sebuah tontonan rutin saya di Masterclass, platform berbayar yang menghadirkan para jagoan internasional di industrinya masing-masing, seorang seniman mengatakan seperti ini: “Perlu berapa waktu kita memutuskan mau dengar sebuah lagu, atau keputusan untuk menonton sebuah film, misalnya di Netflix?” Semua terjadi dibawah 8 detik, begitu cepat, demikian halnya dengan first impression. Banyak peserta yang senior akan terkaget-kaget dengan analisa ini, tetapi sangat masuk akal ketika kita bertemu dengan seseorang, dalam waktu hitungan detikpun kita akan menilai seperti apa orang tersebut menampilkan dirinya. Di waktu yang bersamaan, merekapun akan menilai kita juga.<>/p

Kesadaran seseorang untuk fokus dalam membangun impresinya menjadi sangat penting, itu yang terkadang dilupakan banyak orang ketika mereka hanya fokus terhadap tujuan dan bobot materi yang akan disampaikan. Sebuah impresi sangat berdampak dengan ingatan yang akan menempel didiri seseorang. Kita tentu mudah mengingat perasaan apa yang muncul ketika kita pertama kali menerima gaji? pertama kali bergandengan tangan dengan seseorang yang kita sukai, dan intimasi lainnya yang tercipta dari hubungan itu? Atau pertama kali kita gagal dalam sebuah presentasi!

Impresi yang timbul memang selalu dekat dengan perasaan manusia, senang, sedih, kecewa, marah, bahagia dll adalah momen-momen yang selalu kita lewati dalam hidup ini. Untuk seseorang dapat sukses berkomunikasi apalagi bertujuan untuk menaklukan audiens tentu kita harus memikirkan kesan pertama seperti apa yang akan kita tampilkan. Kesan pertama juga akan membuat seseorang akan dikenal atau diabaikan oleh audiensnya ketika mereka gagal membangun raport ini. Walaupun ada kalanya sebuah presentasi diawal yang gagal, bisa menjadi menarik perhatian pada bagian body content, tetapi hal ini sangat jarang terjadi. Seperti menentukan musik yang akan kita dengar, kalau ritme awalnya saja kita sudah tidak tertarik, kita tidak memiliki niat untuk terus mendengarkannya.

Strategi utama dalam membangun kesan pertama adalah sebuah perencanaan yang jelas akan kesan apa yang ingin kita bangun dan tampilkan. Kesan yang sudah jelas ini akan menjadi acuan dalam membangun relasi dan memberikan pengaruh. Ada kalanya sebagai manusia, emosi yang naik turun menjadi tantangan tersendiri. Untuk itu, taklukan dirimu, bentuk kesadaran yang tinggi ketika ingin tampil, buang semua pikiran negatif yang menghantui kita. Jadi sepenting itu sebuah perencanaan dalam membangun first impression yang ingin saya garisbawahi. Jangan sampai kita lalai hanya fokus kepada bobot tetapi melupakan gestur, intonasi suara, atau cara kita berpenampilan yang menjadi bagian utama dari lahirnya sebuah kesan. Oh ya, satu lagi yang penting, semua kesan yang kita tampilkan, mutlak 100% otentik bukan dibuat-buat ya.

Student Testimonial Regular Class Public Speaking Batch 104

Halo! Perkenalkan, saya Alya Rizqi dan saya ingin berbagi pengalaman yang berharga bagi saya dalam mengikuti kelas Professional Public Speaking di TALKINC.

Selama kurang lebih 2 (dua) tahun saya bekerja sebagai Marketing Communication Officer, saya merasa bahwa kemampuan berbicara di depan umum adalah hal yang secara fundamental penting untuk saya. Menyadari pentingnya hal ini, saya memutuskan untuk mengikuti kelas Professional Public Speaking di TALKINC. Pengalaman ini tidak hanya memperkaya wawasan saya dalam berbicara di depan umum, tetapi juga memberikan dampak positif yang signifikan dalam kehidupan profesional dan pribadi saya.

Seluruh kelas yang ada tentunya sangat berkesan dan membantu saya dalam membangun karisma serta attitude yang baik sebagai pembicara. Namun, terdapat dua sesi kelas yang paling saya sukai, yaitu kelas Closing bersama Mas Erwin Parengkuan dan kelas Body Language bersama Kak Bona Sardo. Tanpa disadari, kelas bersama Mas Erwin memberikan saya insight untuk menjadi pribadi yang mindful saat berbicara di depan umum. Ilmu seperti ini adalah ilmu yang mahal karena tidak hanya meningkatkan keterampilan berbicara, tetapi juga membentuk pola pikir yang lebih percaya diri dan terkendali. Selain itu, saya juga menyadari bahwa public speaking bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang mendengarkan dengan baik agar komunikasi lebih efektif dan bermakna.

Dari Kak Bona, saya belajar bahwa visual dan bahasa tubuh memegang peran krusial dalam public speaking. Cara kita membawakan diri; mulai dari ekspresi wajah, gestur, hingga penampilan, dapat memberikan kesan yang lebih kuat dan profesional. Senyuman, gerakan yang terarah, serta pemilihan pakaian yang sesuai tidak hanya menambah daya tarik, tetapi juga mencerminkan kepercayaan diri dan keterampilan dalam berkomunikasi.

Saya pun menyadari, untuk public speaker yang baik memerlukan proses dan teknik yang tepat. Namun, di awal perjalanan, banyak hal yang terasa asing dan membuat saya kurang nyaman sehingga hasilnya belum maksimal. Namun, dengan menghadapi ketidaknyamanan dan berlatih secara konsisten, saya yakin keterampilan public speaking saya akan semakin berkembang dan memberikan dampak positif, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi setiap pendengar.

Terimakasih TALKINC atas ilmu dan pengalaman kelas Professional Public Speaking yang sangat membantu saya!

Stop and Think

Oleh Erwin Parengkuan

Bertemu dengan banyak peserta dalam kelas dengan dinamika dan tantangannya masing-masing sungguh menyenangkan. Banyak sekali kendala yang mereka alami ketika harus tampil bicara atau public speaking. Berbagai macam keluhan seperti blank, grogi, tidak pede, kesulitan menemukan kata yang tepat hingga harapan untuk dapat memengaruhi audiens/lawan bicara.

Semua peserta di kelas memiliki ekspektasi yang sama untuk dapat maksimal berbicara, sayangnya ketika saya tanya satu-persatu apakah diantara mereka ada yang rutin membaca buku? jawabannya tidak! lantas bagaimana dapat menyihir audiens kalau kosa kata saja terbatas? Ini seperti istilah yang disampaikan oleh Albert Einstein; “Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda.” Masyarakat Indonesia dengan populasi melebihi 280jt jiwa pada tahun 2025 ini, dengan perbandingan 1:1000 antara orang yang rajin membaca buku dan tidak. Bayangkan rendahnya literasi kita dibanding negara-negara lainnya. Sungguh menyedihkan! Tidak heran masyarakat kita, apalagi ditambah dengan sosial media yang hanya menyuguhkan berita pendek-pendek menjadi asupan harian, seolah-olah mengerti tentang sebuah informasi, tetapi bila ditanya lebih mendalam tidak mengerti akar permasalahannya.

Sejatinya, kata-kata adalah bensin utama kita dalam berkomunikasi, ketika seseorang tidak memiliki kosa kata yang kaya dan beragam ia akan terus menggunakannya dalam rangkaian kalimat yang dibuatnya, tentu tidak akan dapat memengaruhi audiens yang lebih luas dengan intelektualitas mereka. Tetapi masih banyak sekali peserta di kelas yang berharap, tanpa mau meluangkan waktu untuk membaca buku. Buku-buku yang tersebar di dunia ini, terbagi atas 2 kategori buku, fiksi dan non fiksi. Buku fiksi yang memiliki peminat lebih besar bila dikonsumsi akan membuat seseorang mendapatkan kata-kata yang lebih banyak mengandung emosi. Sedangkan buku non fiksi akan membantu kita mengasah otak kita akan banyaknya ilmu-ilmu baru yang kita belum ketahui.

Niat yang besar, bila dilakukan, misalnya setiap hari meluangkan waktu 10 menit saja akan menghabiskan satu buku dalam satu bulan, dalam satu tahun ada 12 buku, dst, yang kita baca dari para penulis hebat di dunia ini. Buku non-fiksi sudah terbukti ampuh untuk membentangkan cakrawala berpikir kita dan juga mengahasilkan kosa kata yang kaya dan beragam. Yang saya rasakan ketika rutin membaca buku adalah membuat muscle memory lebih besar. Daya ingat lebih panjang, selain membaca buku juga memperbesar empati karena kita bersedia membaca buku dari penulis dimana kita juga akan mendalami pola pikir mereka.

Ketika kita memiliki wawasan baru, pengetahuan baru, kemampuan berpikir kritispun akan meningkat, dan secara langsung akan membuat kita lebih pede, apalagi kita tahu minimnya minat baca di negeri ini akan membuat kita diatas rata-rata kebanyakan orang yang kita jumpai. Kalau ada orang yang berbicara terbata-bata, mengulang kalimat yang sama untuk konteks yang berbeda, sehingga membuat salah persepsi, salah ucap, dan salah-salah lainnya, sudah pasti orang tersebut tidak/jarang membaca buku.

Jadi mau mulai kapan akan rutin membaca buku? itulah kalimat yang setiap mengajar selalu saya sampaikan kepada para peserta yang berbeda-beda di kelas.

One Day Training TALKINC – 7 Skill Leadership yang Wajib Dimiliki di Dunia Kerja 2025

Sumber: Cities (2018)

Memiliki jabatan sebagai “leader” belum tentu otomatis membuat seseorang jadi pemimpin yang baik. Tahun 2025, dunia kerja tidak lagi mencari sosok yang hanya bisa memberikan perintah atau mengambil keputusan dari atas. Yang dibutuhkan adalah pemimpin yang bisa menavigasi perubahan, memahami timnya, dan menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan baru.

Dengan teknologi yang terus berubah, pola kerja yang makin fleksibel, dan generasi tim yang memiliki cara pikir baru, kepemimpinan hari ini bukan lagi soal “siapa yang paling berkuasa” tapi siapa Yang mau melangkah bareng, saling mendukung, dan berkembang bersama.

Jadi, pertanyaannya bukan lagi: “Apakah kamu seorang leader?”, tapi “Apakah skill leadership Anda masih relevan dengan kebutuhan zaman?” Kalau kamu ingin tetap menjadi pemimpin yang dipercaya, berkembang, dan bisa membawa tim menuju hasil terbaik. Ini dia 7 skill leadership yang paling dibutuhkan di dunia kerja 2025:

1.   Emotional Intelligence

Pemimpin hebat tahu gimana caranya tetap tenang saat kondisi lagi tidak stabil. Bukan berarti enggak punya perasaan, tapi tahu kapan mesti tarik napas dan berempati. Kalau kamu bisa paham perasaan sendiri dan orang lain, kamu bisa menyambungkan semua energi di tim jadi satu arah.

2.   Effective Communication

Komunikasi itu bukan soal seberapa banyak kita bicara tapi seberapa dalam pesan kita bisa dimengerti orang lain. Pemimpin yang hebat bisa menjelaskan hal yang ribet jadi simpel dan tahu cara ngobrol ke tiap orang.

3.   Critical Thinking

Seorang pemimpin harus bisa melihat masalah dari segala sisi, tidak mudah terpancing, dan bisa mencari solusi yang benar-benar strategis. Kemampuan ini yang membedakan seorang leader dan orang yang gampang panik. Pemimpin tidak selalu punya jawaban cepat tapi dia tahu cara bertanya yang tepat.

4.   Empathy

Kemampuan seorang pemimpin untuk memahami perasaan orang lain bukanlah kelemahan melainkan sumber kekuatan. Empati membantu kita tahu kapan saatnya mendorong tim untuk maju dan kapan mereka butuh dukungan agar tetap kuat.

5.   Adaptability

Perubahan sudah menjadi makanan sehari-hari. Pemimpin adaptif tak sekadar siap menghadapi perubahan, tapi juga bisa menggerakkan tim untuk tumbuh bersama dalam proses transformasi. Yang menjadi kunci adalah bukan siapa yang paling kuat tapi siapa yang paling fleksibel dan bisa beradaptasi dengan perubahan. Visionary Thinking

Pemimpin itu harus memiliki pandangan jauh ke depan. Bukan hanya mikirin target bulan ini, tapi mengajak tim untuk membayangkan masa depan yang membuat mereka semangat.Tanpa arah yang jelas, tim akan kesulitan menentukan langkah yang tepat.

6.   Accountability

Semua orang bisa menerima pujian, tapi tidak semua berani menerima tanggung jawab saat gagal. Pemimpin sejati adalah mereka yang maju paling depan di tengah badai, bukan yang bersembunyi di balik tim saat masalah datang.

Kesimpulan

Di dunia kerja 2025, pemimpin tidak hanya soal punya jabatan atau kuasa. Yang lebih penting adalah kemampuan untuk beradaptasi, berkomunikasi dengan jelas, berpikir kritis, dan memahami tim. Pemimpin yang baik adalah mereka yang bisa menavigasi perubahan, menginspirasi, dan tumbuh bersama tim.

Dengan tekad dan semangat yang tinggi, setiap individu memiliki potensi untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang efektif, yang tidak hanya mendorong pencapaian tujuan bisnis, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya.

Jika anda merasa bahwa skill leadership Anda perlu ditingkatkan agar tetap relevan dan efektif, TALKINC hadir untuk membantu Anda melalui kelas One Day Training TALKINC Bersama dua fasilitator berpengalaman, Kamidia Radisti dan Lala Tangkudung.

Jangan lewatkan kesempatan ini. Daftar sekarang juga!

 

 

The Power of Storytelling : Kenapa Otak Lebih Suka Cerita Daripada Data?

Sumber: Nilov (2021)

Pernah dengar orang bilang, “Angka enggak bisa bohong?” Pernyataan tersebut sebenarnya tidak salah, tapi masalahnya adalah angka juga enggak bisa bikin baper.

Coba pikirkan iklan apa yang paling membekas dalam ingatan Anda hingga saat ini?. Kemungkinan besar bukan karena data yang disajikan, tapi karena cerita di dalamnya. Bisa jadi tentang perjuangan seorang ayah, persahabatan masa kecil, atau momen haru yang sederhana tapi membekas.

Faktanya, 79% orang cenderung mengalihkan perhatiannya ketika disajikan dengan terlalu banyak teks dan data (Prezi & Poll, 2018). Mengapa cerita begitu mudah menempel di kepala, sementara grafik dan statistik cepat sekali menguap?
Yuk, kita bahas lebih dalam soal kekuatan storytelling, mengapa otak lebih suka cerita daripada data dan bagaimana Anda bisa memanfaatkannya dalam komunikasi sehari-hari.

1. Otak Lebih Aktif Saat Mendengar Cerita

Ketika kita mendengarkan sebuah cerita, otak kita merespons seolah-olah sedang menyaksikan sebuah film. Bukan hanya bagian bahasa yang aktif, tapi juga area emosi, sensorik, dan visualisasi ikut terlibat.
Artinya, cerita bukan hanya didengar tapi juga dirasakan. Hal tersebut yang membuat cerita lebih mudah diingat dan lebih kuat dampaknya daripada sekadar data.

2. Cerita Lebih Menyentuh Hati Bukan Hanya Logika

Data memberi kita informasi tentang “apa yang terjadi,” sementara cerita menjelaskan “mengapa itu penting.” Ketika orang mulai merasa peduli, mereka lebih mudah tergerak untuk bertindak.

Cerita menciptakan empati. Kamu bisa tahu bahwa 1000 orang kehilangan rumah karena bencana, tapi cerita tentang seorang ibu yang kehilangan dapur tempat ia memasak untuk anak-anaknya? Itu lebih membuat hati kita tersentuh.

3. Struktur Cerita Membantu Otak Menyusun Makna

Cerita punya pola: awal, konflik, dan solusi. Otak kita suka pola ini karena memudahkan kita untuk mengerti dan mengingat informasi.
Jika kamu ingin orang benar-benar mengerti pesanmu, ceritakan dengan cara yang menarik. Bukan hanya supaya mereka paham, tapi juga supaya mereka peduli dan gampang mengingatnya.

4. Storytelling Bisa Digunakan di Semua Bidang

Storytelling tidak hanya relevan di dunia kreatif, tetapi juga sangat efektif dalam berbagai konteks profesional. Baik Anda seorang HR yang sedang mempresentasikan ide kepada manajemen, seorang guru yang menjelaskan materi kepada murid, atau seorang karyawan yang menyampaikan proyek, bercerita dapat menjadi alat yang sangat powerful.

Melalui dari cerita, Anda bisa menyampaikan pesan dengan cara yang lebih hidup, autentik, dan dapat dipercaya, sekaligus mengurangi jarak antara pembicara dan audiens.

5. Cerita Adalah Bahasa Asli Manusia

Dari zaman purba, manusia sudah berkumpul di sekitar api unggun dan berbagi kisah. Storytelling bukan sebuah teknik baru tetapi cara alami untuk menyampaikan pengetahuan, nilai, bahkan membentuk budaya.

Jadi, saat Anda ingin menyampaikan sesuatu mulailah dengan cerita. Meskipun data menjelaskan, tetapi cerita membuat orang merasa. Dalam komunikasi, rasa itulah yang membuat pesan tinggal lebih lama.

Kesimpulan

Di tengah lautan data, cerita punya kekuatan untuk menyentuh hati dan bertahan lebih lama dalam ingatan. Meskipun angka memberikan informasi, cerita membangkitkan emosi dan menciptakan koneksi yang lebih dalam.

Storytelling tidak hanya relevan di dunia kreatif, tetapi juga sangat efektif dalam dunia profesional. Cerita adalah cara alami kita berkomunikasi, menyampaikan pesan dengan cara yang lebih hidup, autentik, dan mudah diingat. Jadi, mulai berbicara dengan cerita, karena itu yang membuat pesan Anda tetap terasa.

Siapkah Anda mengubah pesan biasa menjadi sesuatu yang menyentuh lewat storytelling? ingkatkan cara Anda berkomunikasi dan membangun koneksi lewat storytelling. Ikuti kelas-kelas di TALKINC untuk menguasai teknik public speaking yang relevan dan berdampak untuk kemajuan karier Anda. Yuk, mulai perjalanan ceritamu bersama TALKINC!