Saya senang sekali dengan perbandingan analogi ini dan sangat tepat menggambarkan kehidupan dunia modern sekarang yaitu The Monkey Mind & The Monk Mind. Ketika kita sedang berhadapan dengan seseorang terkadang kita merasa kesulitan untuk fokus dan berkonsentrasi mendengarkan apa yang ia utarakan, ataupun ketika kita sedang mengerjakan sebuah tugas, terkadang pikiran kitapun terbang ke sana – kemari. Istilah the monkey mind adalah seekor monyet yang selalu loncat dari satu dahan ke dahan lainnya, persis mungkin dengan pikiran seseorang yang sulit konsentrasi, kerap resah. Sedangkan istilah the monk mind adalah para biksu yang memiliki pemikiran terarah hanya kepada satu dahan dan tidak kemana-mana.
Dalam sebuah sesi coaching dengan seorang CEO perusahaan besar di negara ini, ia mengatakan kepada saya bahwa kegiatan pagi sebelum memulai pekerjaannya dan saat malam untuk menutup harinya adalah berdoa selama masing-masing 20 menit, ia menghabiskan waktu setiap hari 40 menit untuk berdoa, tetapi dari penjelasannya, ia menyadari ketika berdoa, pikirannya selalu berpindah-pindah antara tugas, keinginan pribad,i dan urusan keluarga. Akhirnya kegiatan berdoa hanya sebagai sebuah syarat/ritual bahwa ia telah menjalankan rutinitas tersebut tanpa berkonsentrasi penuh.
Pikiran kita memang mudah berpindah-pindah, walaupun tubuh kita tidak. Kesulitan untuk fokus/konsentrasi akan banyak memberikan kerugian kepada seseorang. Mulai dari semua yang dijalankan hanya ada di permukaan saja, tidak mendalami 100%, dan tentunya hal ini akan berdampak buruk kepada relasi yang kita bangun dengan orang lain. Sering kali saya berhadapan dengan mereka-mereka yang memiliki the monkey mind. Apa yang saya berikan tidak dapat ditangkap 100% akhirnya, saya akan kembali mengulang-ulang semua yang sudah disampaikan. Hubungan menjadi tidak harmonis, tidak se-frekuensi karena lawan bicara kita tidak menyimak dengan baik.
Belajar dari mereka-mereka yang fokus, seperti monk, tentu akan membantu kita menjadi lebih mudah belajar banyak aspek yang tidak kita pahami di dunia ini. Belajar untuk mengerti apa yang lawan bicara sampaikan, memahami apa yang ingin diutarakan, bahkan dapat pula merasakan apa yang ia rasakan ketika kita dapat menahan pikiran kita untuk terus bersamanya. Hal ini akan lebih mudah membuat koneksi dengan lawan bicara kita.
Memangnya mudah? Tentu mudah bila kita ingin mencobanya. Cobalah perintahkan ke dalam diri ketika kita ingin memulai latihan ini, entah ketika kita sedang mengerjakan sebuah pekerjaan, berbicara dengan seseorang, bahkan ketika kita sedang diam. Intruksikan ke diri kita untuk diam dan berkonsentrasi dan mendengarkan dengan seksama, mengamati tanpa menginterupsi, mengamati tanpa membiarkan pikiran kita kepada tuduhan atau asumsi yang ada dalam kepala kita dalam situasi apapun. Saya termasuk orang yang dulu sulit fokus, apalagi gangguan smartphone yang betul-betul sebuah godaan terbesar dan malapetaka, jauhkan diri kita dari semua distraksi itu dan mulailah berlatih, sedikit demi dikit. Contoh mudah dalam keseharian yang saya lakukan, misalnya ketika banyak WA yang harus saya buka dan jawab, saya akan memilih dulu mana yang lebih penting, ketika saya sudah memilih membuka 1 WA, dan membaca dan menemukan saya harus melakukan follow up kepada orang lain, saya tidak akan menunggu, melainkan menyelesaikannya sampai tuntas, membalasnya kembali, baru membuka WA yang lain dan begitu selanjutnya. Saya menemukan sebuah pola untuk teknik menjawab ini yang sangat mudah. One step at the time.
Rasakan manfaat dan dampaknya ketika kita bisa lebih konsentrasi. Kita akan menjadi pribadi yang lebih tenang, tidak mudah memotong pembicaraan orang lain bahkan menjadi pribadi yang menyenangkan karena kita mau mendengar apa yang diutarakan orang lain kepada kita. Memiliki the monk mind adalah sebuah penghargaan kepada diri kita sendiri dan tentu penghargaan kepada orang lain. Bahwa semua orang yang kita jumpai itu berharga dan penting yang tentunya kita akan membuka diri lebih dalam agar dapat memahami banyak aspek yang tidak kita ketahui dari apa yang kita lihat dan dapatkan di dunia ini.
Ditulis oleh Erwin Parengkuan