YONO: Kunci Gen Z Biar Hidup Gak Cuma Modal Nekat

Oleh : Shahnaz Haque

Istilah baru yang muncul di kalangan Gen Z saat ini adalah YONO (You Only Need One),berarti Kamu Hanya Butuh Satu. Cara ini sebagai pengganti YOLO (You Only Live Once), yang berarti Kamu Hanya Hidup Sekali. Alih-alih mengejar kesenangan sesaat, TALKINC Friends sekarang sudah mulai cerdik untuk fokus memilih satu dalam merancang masa depan. Jadi, untuk para mahasiswa, fresh graduate, dan first jobber, ini adalah saat yang tepat untuk mempersiapkan karier bersama ahlinya di program TALKINC. ​​Untuk Gen Z yang lahir tahun 1997-2012, daripada bingung atau malah #KaburAjaDulu, ikuti program persiapan kerja. Di sini, para pembaca akan dibantu mempersiapkan karier terbaik mulai dari dasar hingga siap terjun ke dunia kerja.

Gen Z saat ini adalah YONO (You Only Need One)

TALKINC Friends yang berusia 13-28 tahun pasti paham bahwa belakangan ini marak tagar #KaburAjaDulu menjadi perbincangan nasional. Karena beranggapan jika TALKINC Friends di negeri sendiri sulit mendapat lowongan pekerjaan, TALKINC sampai mempelajari keinginan dan prioritas Gen Z di tempat kerja. Berdasarkan penelitian, TALKINC Friends ingin bekerja dengan gaji yang fair sekaligus bisa menjaga mental health. Apakah memang benar, nasionalisme tidak tebal? Sederhana saja, ini bukan soal tidak cinta tanah air. Tapi tentang membangun pondasi kehidupan menuju kehidupan dewasa kelak.

Di TALKINC, para pembaca akan dibimbing langsung oleh para fasilitator profesional untuk memahami sejauh mana kemampuan dan potensi diri. Peserta akan mendapatkan Assessment, Sertifikat, Career Plan Journal, dan Training, serta wawasan berharga tentang  cara mendapatkan insentif & percepatan karier, memahami rekan kerja & membangun kompetisi sehat, meningkatkan profesionalisme & stabilitas pekerjaan, menentukan tujuan karier dengan jelas, menjaga work-life balance & fleksibilitas kerja, dan mengasah keterampilan dalam menyampaikan pendapat. Dengan pendekatan yang terarah, TALKINC akan membantu para pembaca berkembang secara profesional dan meraih kesuksesan dalam dunia kerja.

Cari kerja di perantauan atau di dalam negeri itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Para pembaca harus bisa bersaing dan bisa memilih mau #KaburAjaDulu atau berjuang di Indonesia. Kedua hal tersebut memiliki branding yang berbeda, tapi tekanannya sama. Jadi, ayo belajar hidup, Gen Z Indonesia. Di mana pun berpijak, para pembaca bisa mengharumkan! Hidup itu memang perjuangan. Gunakan akal sehat saat memutuskan sesuatu dan gunakan hati saat bertindak dan berkata. Berkomunikasi dengan baik adalah kunci kesuksesan di dunia kerja.

Kegigihan itu lebih baik dari sekadar bakat dan kecerdasan. Sikap apatis tercermin dalam perilaku yang tidak peduli serta pendekatan yang pasif terhadap kehidupan. Para pembaca yang bersikap apatis akan kehilangan gairah dan motivasi dalam pekerjaan ataupun hal lain yang seharusnya penting. TALKINC percaya bahwa komitmen para pembaca untuk menciptakan lingkungan yang lebih positif dapat menciptakan semangat untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi komunitas yang lebih besar.

Jangan takut gagal karena itu bukan aib. Kegagalan-kegagalan yang dialami tidak pernah menjadi sia-sia karena dapat membangun daya tahan serta memberikan pelajaran-pelajaran baru. Jikalau para pembaca diam saja tidak menabur benih apapun karena khawatir benih dimakan burung, disapu hujan padahal sudah bersusah payah, para pembaca juga tidak akan memanen apapun.

Bangunlah komunikasi dua arah yang membuat orang lain merasa didengar dan dihargai hingga menumbuhkan rasa percaya. Mulailah dari diri sendiri, lingkungan kecil di sekitar, hingga sikap positif ini dapat menular dan memberikan energi kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ingin tahu lebih banyak tentang TALKINC? Temukan semua informasinya di sini!

Membakar Zona Nyaman

Pernahkah kita mencari tahu kenapa orang-orang sukses semakin bertambah sukses? Sedangkan banyak orang masih jungkir balik mengejar arti kata sukses dan banyak pula yang menemui kegagalan atau berhenti di tengah jalan, lantas menjadi kecewa, frustasi dan apatis. Hingga suatu waktu saya membaca sebuah riset yang mengatakan, orang-orang yang sukses itu selalu merancang hidup mereka sedari mereka muda, dan berfokus kepada sebuah tujuan yang jelas yang tertulis. Riset ini menggerakkan hati untuk saya merefleksikan diri di kala masa muda.

Waktu masih duduk di bangku SMA, saya pernah ditanya oleh seseorang yang saya kagumi mengenai tujuan hidup. Waktu itu saya masih kebingungan mau berkarir di bidang apa. Tapi ia mengatakan kepada saya untuk jangan pernah membuang waktu dengan percuma, jangan sampai hidup dalam penyesalan ketika tua nanti. Kata-kata itu masih melekat dalam jiwa saya hingga saat ini, karena saya tidak mau hidup dalam sebuah penyesalan. Sebuah kata-kata yang belum lama saya dapatkan: “I rather pain in discipline, rather than pain in regrets” mungkin kata-kata ini dapat menjadikan kita semakin bersemangat mengejar kesuksesan.

Mari kita mulai dengan menentukan tujuan utama dalam sebuah kesuksesan yang ingin diraih. Tujuan yang jelas dan kenapa tujuan itu harus dicapai? Apa maknanya buat diri? Coba tuangkan emosi dalam tujuan tersebut, dan jangan lupa ditulis sehingga akan selalu diingat & termotivasi. Yang saya ketahui tentang sebuah kesuksesan adalah sebuah proses yang terus berkesinambungan dan dimulai dengan langkah-langkah yang kecil tanpa henti.

Membakar Zona Nyaman adalah hal pertama yang perlu kita lakukan. Sehingga tidak ada kesempatan bagi kita untuk menunda-nunda waktu dan terbelenggu dalam kenyamanan kita. Ketika kita sudah tidak memiliki Zona Nyaman itu, mau tidak mau kita harus mulai bertempur dengan diri sendiri dan keadaan baru yang kita hadapi, justru kita akan diselimuti rasa takut. Itulah Zona Takut yang akan kita hadapi! Bagaimana caranya kita dapat kuat menghadapi ketakutan kita dengan mencari kekuatan yang ada dalam diri kita. Kita tentu harus yakin 100% dengan apa yang kita miliki yang akan menjadi energi kita untuk melawan semua ketakutan itu. Menanamkan pada pikiran kita bahwa kita itu bisa dan mampu.

Berdasarkan pengalaman yang saya miliki, saya melihat banyak orang-orang mahir berbahasa Inggris. Saya menjadi sangat minder serta takut bila ada orang yang tiba-tiba mengajak saya bicara dengan bahasa Inggris dan saya tidak bisa menjawabnya. Lantas apa yang saya lakukan? Saya melakukan sebuah tindakan untuk menghadapi ketakutan dengan keberanian. Mulailah saya mengikuti kursus, membaca buku dalam bahasa Inggris, berusaha tidak membaca subtitle ketika menonton film asing, hal ini terus saya lakukan, akhirnya kemampuan bahasa Inggris saya meningkat. Saya kemudian selalu berusaha memperbaiki diri, karena saya tidak mau menyesal kelak nanti, saya terus berjuang dengan kekuatan dari dalam diri, dan mengatakan: “Saya pasti bisa!”; “Tidak ada yang mustahil”; Tidak ada yang tak mungkin”. Beberapa mantra yang saya jadikan landasan dalam menjalankan hidup saya hingga saat ini.

Setelah semua keringat dan upaya kita lakukan, kita kemudian akan bergerak ke Zona Belajar dan Zona Bertumbuh.  Kedua Zona ini akan membawa kita kepada sebuah hasil yang akan kita petik kemudian hari. Memaksimalkan semua potensi diri, memiliki ketangguhan hati dan terus belajar. Untuk menutup tulisan saya ini. 3 kata berikut ini akan menjadi pijakan Anda selanjutnya: Tanggap, Tanggon dan Trengginas. Tanggap mencerminkan tingginya intelektualitas, memiliki kemampuan yang cakap, serta wawasan luas dan profesionalisme. Tanggon artinya memiliki mental baja, Tangguh. Yang terakhir adalah Trengginas, artinya mampu mengemban tugas yang diberikan dengan ragam medan, situasi, dan keadaan hingga selesai. Tentu syarat pertama adalah bakar Zona Nyamanmu dan miliki Keberanian untuk menaklukkan Ketakutanmu.

Penulis: Erwin Parengkuan

Editor: Alyezca Disya Rahadiz

The Monkey Mind vs The Monk Mind

Saya senang sekali dengan perbandingan analogi ini dan sangat tepat menggambarkan kehidupan dunia modern sekarang yaitu The Monkey Mind & The Monk Mind. Ketika kita sedang berhadapan dengan seseorang terkadang kita merasa kesulitan untuk fokus dan berkonsentrasi mendengarkan apa yang ia utarakan, ataupun ketika kita sedang mengerjakan sebuah tugas, terkadang pikiran kitapun terbang ke sana – kemari. Istilah the monkey mind adalah seekor monyet yang selalu loncat dari satu dahan ke dahan lainnya, persis mungkin dengan pikiran seseorang yang sulit konsentrasi, kerap resah. Sedangkan istilah the monk mind adalah para biksu yang memiliki pemikiran terarah hanya kepada satu dahan dan tidak kemana-mana.

Dalam sebuah sesi coaching dengan seorang CEO perusahaan besar di negara ini, ia mengatakan kepada saya bahwa kegiatan pagi sebelum memulai pekerjaannya dan saat malam untuk menutup harinya adalah berdoa selama masing-masing 20 menit, ia menghabiskan waktu setiap hari 40 menit untuk berdoa, tetapi dari penjelasannya, ia menyadari ketika berdoa, pikirannya selalu berpindah-pindah antara tugas, keinginan pribad,i dan urusan keluarga. Akhirnya kegiatan berdoa hanya sebagai sebuah syarat/ritual bahwa ia telah menjalankan rutinitas tersebut tanpa berkonsentrasi penuh.

Pikiran kita memang mudah berpindah-pindah, walaupun tubuh kita tidak. Kesulitan untuk fokus/konsentrasi akan banyak memberikan kerugian kepada seseorang. Mulai dari semua yang dijalankan hanya ada di permukaan saja, tidak mendalami 100%, dan tentunya hal ini akan berdampak buruk kepada relasi yang kita bangun dengan orang lain. Sering kali saya berhadapan dengan mereka-mereka yang memiliki the monkey mind. Apa yang saya berikan tidak dapat ditangkap 100% akhirnya, saya akan kembali mengulang-ulang semua yang sudah disampaikan. Hubungan menjadi tidak harmonis, tidak se-frekuensi karena lawan bicara kita tidak menyimak dengan baik.

Belajar dari mereka-mereka yang fokus, seperti monk, tentu akan membantu kita menjadi lebih mudah belajar banyak aspek yang tidak kita pahami di dunia ini. Belajar untuk mengerti apa yang lawan bicara sampaikan, memahami apa yang ingin diutarakan, bahkan dapat pula merasakan apa yang ia rasakan ketika kita dapat menahan pikiran kita untuk terus bersamanya. Hal ini akan lebih mudah membuat koneksi dengan lawan bicara kita.

Memangnya mudah? Tentu mudah bila kita ingin mencobanya. Cobalah perintahkan ke dalam diri ketika kita ingin memulai latihan ini, entah ketika kita sedang mengerjakan sebuah pekerjaan, berbicara dengan seseorang, bahkan ketika kita sedang diam. Intruksikan ke diri kita untuk diam dan berkonsentrasi dan mendengarkan dengan seksama, mengamati tanpa menginterupsi, mengamati tanpa membiarkan pikiran kita kepada tuduhan atau asumsi yang ada dalam kepala kita dalam situasi apapun. Saya termasuk orang yang dulu sulit fokus, apalagi gangguan smartphone yang betul-betul sebuah godaan terbesar dan malapetaka, jauhkan diri kita dari semua distraksi itu dan mulailah berlatih, sedikit demi dikit. Contoh mudah dalam keseharian yang saya lakukan, misalnya ketika banyak WA yang harus saya buka dan jawab, saya akan memilih dulu mana yang lebih penting, ketika saya sudah memilih membuka 1 WA, dan membaca dan menemukan saya harus melakukan follow up kepada orang lain, saya tidak akan menunggu, melainkan menyelesaikannya sampai tuntas, membalasnya kembali, baru membuka WA yang lain dan begitu selanjutnya. Saya menemukan sebuah pola untuk teknik menjawab ini yang sangat mudah. One step at the time.

Rasakan manfaat dan dampaknya ketika kita bisa lebih konsentrasi. Kita akan menjadi pribadi yang lebih tenang, tidak mudah memotong pembicaraan orang lain bahkan menjadi pribadi yang menyenangkan karena kita mau mendengar apa yang diutarakan orang lain kepada kita. Memiliki the monk mind adalah sebuah penghargaan kepada diri kita sendiri dan tentu penghargaan kepada orang lain. Bahwa semua orang yang kita jumpai itu berharga dan penting yang tentunya kita akan membuka diri lebih dalam agar dapat memahami banyak aspek yang tidak kita ketahui dari apa yang kita lihat dan dapatkan di dunia ini.

Ditulis oleh Erwin Parengkuan

Live The American Dream

Oleh Fernando Edo

7 tahun bekerja di lingkaran dalam Kedutaan Besar Amerika Serikat (US Embassy) membuat saya menjadi tahu gambaran akan negara tersebut beserta karakteristik orangnya serta bagaimana perilaku mereka dalam dunia professional (penulis masih berharap satu hari dapat mengunjungi Negara Paman Sam). Dalam dunia kerja, kepintaran dan kemahiran suatu bidang saja tidaklah cukup untuk dapat bertahan secara konsisten. Membutuhkan kemampuan beradaptasi dan berkomunikasi satu sama lain untuk memperkuat pertahanan dalam profesionalitas. Petualangan saya selama 7 tahun ini dimulai dari ketidaksengajaan bertemu dengan salah satu pegawai US Embassy di sebuah lobby mall, dari obrolan basa-basi hingga ditawari bekerja dengan mereka. Kok bisa? Saya itu orangnya malas basa-basi dengan orang yang tidak dikenal, tapi ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang MC Professional mengharuskan saya untuk menjadi orang yang “talkactive”. Kita tidak pernah tahu kalau kita tidak pernah mencoba membuka setiap pintu (peluang) yang ada bahkan dengan cara se-sederhana yakni obrolan santai.
Setelah menerima pekerjaan yang ditawarkan, ternyata itu buka puncak karir saya justru itu titik awal yang diiringi dengan berbagai tantangan. Dibekali oleh kemampuan berbahasa Inggris yang tidak terlalu istimewa, saya mulai bekerja dengan tidak percaya diri.

Tantangan yang saya alami dan belum temukan solusinya ini, menjadikan saya seorang yang pasif. Kemudian saya teringat oleh perkataan salah satu leader saat itu, “Dude, You should be proud that you can speak 2 languages rather than me. Come on, stand up and speak up, You are not in the middle of the TOEFL Test. Until now, sometimes I speak with no perfect grammar”. Ucapan tersebut mendobrak rasa malu-malu saya saat berbicara dengan orang lain, dan menstimulus saya untuk lebih percaya pada diri sendiri.

Dari pengamatan saya, Orang Amerika Serikat sangat santai cenderung tidak tahu sopan santun – hal ini dapat kita lihat dari perspektiif yang berbeda, tergantung bagaimana kita meresponnya. Pada satu momen, saya pernah dimarahi karena memanggil leader saya dengan sebutan “Sir” menurut mereka terlalu berlebihan. Dan satu momen lain, yang membuat terkejut yakni ketika di hari libur saya tetap bekerja karena memang ada kerjaan dan saya piker itu bentuk loyalitas saya terhdap perusahaan, namun keesokannya saya justru dipanggil dan diperingati untuk tidak bekerja pada saat di hari libur. Wah kalau bahasa generasi Z ini work life balance yang oke!
Sebutan The king of Entertainment juga sangat melekat dengan Amerika Serikat. Ribuan event yang sudah kami tangani dan jauh dari kata biasa. Karena budaya totalitas dan “have to look good” sangat ditanamkan untuk kami yang bekerja menangani event untuk US Embassy. Mau Bukti? Coba anda tonton Halftime Superbowl, konser yang berdurasi 15 menit bisa menjadi tontonan kelas dunia. They know how to make ordinary event / performance become extra ordinary. Menurut saya, kreativitas orang amerika diasah sejak di bangku sekolah yang memberikan kebebasan untuk menekuni bidang apapun dan ingat Amerika Serikat adalah Negara “melting pot” dimana semua orang dari penjuru dunia tinggal dan hidup rukun berdampingan di sana. Itu yang membuat mereka juga kaya akan adat dan kebiasaan setiap orang.

Dan satu lagi yang terkadang menjadi pertanyaan banyak orang termasuk saya saat itu. Kenapa US adalah negara yang “paranoid” dan sangat berhati-hati terutama dalam keamanan. Sangat ketat dalam pembuatan Visa walaupun hanya untuk turis sekalipun. Anda ingat kejadian 9 11 yang menewaskan begitu banyak warga US? Menurut saya, kejadian itu yang menimbulkan rasa trauma mereka, sehingga semua orang yang ingin membuat visa perlu penyaringan lebih ketat. Dan bekerja di lingkungan US Embassy juga membuat saya tahu pentingnya keamanan dalam bekerja. Hanya karena mereka mau melindungi negara tercinta mereka.
Tapi terlepas dari itu semua, perilaku budaya mereka juga dibentuk oleh judul di atas. Live the American Dream, dimana mereka percaya keberhasilan seseorang bukan dari strata sosial, agama, atau warna kulit melainkan pengorbanan, perjuangan dan kerja keras yang membuat suatu keberhasilan. Jadi jangan heran, mereka tidak pernah membedakan senior, junior, perempuan atau pria. Mereka percaya, selama ada kerja keras siapapun bisa. Apakah Anda sudah memiliki The American dream dalam diri Anda? I Dare you to dream with no limit and make it happen!

Penulis: Fernando Edo – TALKINC Main Facilitator
Penyunting: Alyezca Disya Rahadiz

Jangan Pernah Berhenti

Oleh Erwin Parengkuan

Seorang peserta di kelas bertanya kepada saya “Mas Erwin, pernahkah terbayangkan bahwa akan ada di posisi seperti sekarang? Memimpin perusahaan dan aktif mengajar?” Pertanyaan yang sontak mengejutkan saya karena cukup menyentuh pribadi yang tidak pernah saya pikirkan akan ada orang yang menanyakan hal tersebut. Perlu beberapa detik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akhirnya saya bilang gini “Sejujurnya saya tidak pernah membayangkan karir dan pekerjaan saya akan ada di titik ini, saya juga telah banyak membaca artikel dan buku tentang orang-orang yang bisa dibilang sukses dalam karir, dan merekapun tidak pernah membayangkan ada di titik itu!”

Kalau kita melihat ke dalam diri dan merefleksikan perjalanan hidup yang sudah kita lewati dan memetik hasilnya, ada yang berbuah manis, ada yang pahit, ada yang getir, dll. Semua itu tentu buah dari sebuah proses dan tindakan yang kita lakukan. Saya jadi ingat dulu ada sebuah kontes anak-anak muda yang sukses sebelum usia 30 tahun, sebagian mereka sekarang masih ada yang semakin sukses, tapi banyak juga yang berhenti karena setelah buah itu dipetik kemudian proses berikutnya tidak sesuai dengan espektasi mereka, akhirnya sebagian besar kandas di tengah jalan, dan mereka berhenti!

Menurut saya, makna kesuksesan adalah sebuah tindakan/proses tanpa henti. layaknya bernapas yang harus terus kita lakukan. Bila seseorang lekas puas dengan hasilnya maka proses sukses pun akan berhenti dengan sendirinya. Saya juga jadi ingat tante saya yang mengambil gelar Phd di Jepang, menjadi guru besar di universitas tersebut, dan tahun ini saya menyambangi beliau di usianya yang hampir 80 tahun. Ia berujar, bahwa kesuksesan dan predikat cemerlang yang ia dapatkan dulu, yang ia bangga-banggakan sekarang sudah tidak ada lagi. Tante saya juga tidak dalam kondisi fit, setelah terjatuh, ia hanya menghabiskan sisa waktunya dengan menonton televisi, membaca buku, diam dan terduduk tanpa ada aktivitas produktif yang ia lakukan seperti dulu kala. Berbagai macam pilihan yang kita miliki dalam menjalankan hidup/karir yang ingin kita raih mau sampai usia berapa?

Awal tahun ini saya membawakan sebuah acara ulang tahun seorang pengusaha yang usianya sudah 90 tahun tapi beliau masih terus bekerja dan aktif memimpin perusahaannya hingga saat ini. Saya ingin seperti beliau, tidak akan ada kata “berhenti” harus terus berjalan. Seperti banyak orang-orang yang usianya sudah sepuh tetapi masih kuat naik gunung Himalaya dll. Dan tentu perlu usaha keras tanpa henti, seperti konsisten merawat tubuh, pikiran, perasaan dan kemampuan membangun relasi dengan setiap orang.

Dari beberapa contoh di atas bisa menjadi motivasi dan acuan, pilihan dan penguat kita dalam menjalani sebuah proses, mengacu kepada kalimat bermakna yang populer dan favorit buat saya disebutkan oleh Steven R. Covey yaitu “Begin with the end in mind.” Kalimat ini telah menjadi “api” dalam diri saya untuk terus berjalan dan menerima sebuah proses apapun hasilnya. Konon tidak ada istilah orang yang gagal, tetapi adanya adalah orang yang memutuskan untuk berhenti berproses.

Bahwa kekayaan, kesuksesan, popularitas, bahkan kecerdasan bukanlah menjadi sebuah tujuan hidup (menurut saya), karena kalau kita sudah mencapai hal tersebut kita kemudian akan berhenti berproses. Sejatinya setiap orang harus memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyamannya, dengan hati yang tulus, terbuka, memiliki integritas, menghargai setiap orang, santun, dll adalah nilai-nilai utama yang menjadi pedoman dalam memetik sebuah hasil yang terus berkesinambungan.

Bulan lalu kami di kantor merayakan proses baru dimana TALKINC menjadi LPK TALKINC, sebuah impian yang sudah saya nantikan dari beberapa tahun yang lalu. Proses panjang kami lewati berkat kerja keras team dan support system dari Lembaga Akreditasi, pemerintah DKI, juga Kementerian Tenaga Kerja yang telah meluluskan permintaan kami. Sebuah kado terbaik untuk tahun ini. Ketika press conference berlangsung, seorang senior yang saya undang membisikkan kata-kata ini kepada saya “Kamu harus terus bermimpi dan membuat diri kamu lebih besar dari mimpimu!”. Ucapan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, tapi sangat personal buat saya hingga tertegun sejenak. Ucapan yang meyakinkan saya dalam bertekad untuk terus melanjutkan perjalanan ke depan tanpa henti. Saya berharap tulisan ini dapat memengaruhi pembaca untuk memiliki arah & tujuan dalam menjalani hidup karena dari sana kita dapat memaknai setiap langkah kita untuk bertahan di kehidupan yang selalu ‘ada-ada saja’, sehingga jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti untuk terus menjalani hidupmu!

Editor: Alyezca Disya Rahadiz