Oleh Erwin Parengkuan

Dalam sebuah sesi online dengan beberapa leader belum lama ini, salah seorang leader mengeluh kehilangan kepribadian yang ia telah miliki dulu karena setelah disadari ternyata “tekanan” di kantor telah membuatnya menjadi pribadi yang berbeda. Ia lantas merenung dan mengungkapkan ini di depan forum online. Sedih juga saya mendengarkan kejujuran ceritanya. Saya membandingkan dengan diri saya, yang kok ringan-ringan aja menjalankan hidup, dan tetap menjadi apa adanya. Bukan karena saya bebas masalah, karena tidak ada satupun manusia di dunia ini yang bebas masalah. Selama kita masih membuka mata, ya tentu masalah akan datang silih berganti. Saya bisa menjadi apa adanya karena selalu mengingat ucapan mendiang ayah saya “selama kamu tidak buat salah, tidak menyakiti lawan bicara, jangan pernah kau takut anak!”

Ketika seseorang terlalu didera dengan masalah hidup, masalah pekerjaan, kita kemudian menjadi seperti robot, alias template seperti slides presentasi yang dapat diambil bebas dimana-mana. Sayang sekali ketika seseorang tidak memiliki kesadaran akan pertumbuhan diri. Tidak mempunyai kendali atas dirinya dan mengaturnya (self management). Jujur, makin kesini saya melihat banyak orang makin bermasalah dengan dirinya, kalau anda berdalih karena Covid, bukanya 7 milyar lebih manusia di dunia ini juga mengalami hal yang sama dengan anda? cemas, kuatir akan masa depan, bagaimana kalau tertular? bagaimana dengan pekerjaan saya, keluarga saya? itu hanya salah satu contoh yang saya sampaikan untuk membuka tulisan ini. Jawaban terbaik adalah kita semua harus memiliki kesadaran penuh seperti tema ulang tahun Talkinc kali ini “AM I Fully Awake?” Apakah anda juga sadar? Akan tujuan hidup? Karena semua orang bila memiliki kesadaran akan menentukan/mendapatkan jawaban: untuk apa saya hidup di dunia ini? Apa tujuannya? Apa yang saya inginkan? Ketika semua pertanyaan dapat anda jawab, anda akan menjadi Otentik apa adanya. Itulah kualitas pertama dari judul tulisan saya. Bila kita tidak otentik, tentu sulit dalam menjalani kehidupan ini. Kalau terlalu jaim, kita akan terjebak dalam sesuatu yang sangat umum dalam berkomunikasi, tidak ada yang membedakan kita dengan kebanyakan orang. Dan lawan bicara menginginkan anda menjadi pribadi yang otentik, bukan palsu, apalagi ada agenda terselubung!

Kualitas kedua yang mutlak setelah seseorang kembali menemukan dirinya dengan proses kontemplasi, selftalk, meditasi, relaksasi. Me time dll. Kita dapat melihat diri kita lebih komperhensif lagi, yaitu membangun hubungan dengan kata Relevant! Relevan artinya adalah memenuhi ekspektasi lawan bicara,sesuai dengan harapan mereka, tidak keluar jalur, memberikan jawaban yang dibutuhkan dan mengikuti kaidah etika yang berlaku (common sense and common ground). Seorang kawan bercerita kepada saya, tante tertuanya dalam sebuah acara kedukaan di kuburan, diminta untuk memberikan pidato kepada semua keluarga dan relasi yang datang. Sayangnya sang tante justru bukan bicara tentang kepergian kehilangan yang dialami keluarga, eh malah bicara tentang betapa bersyukurnya ia memiliki support system di bisnis yang ia jalankan, kebetulan beberapa support system yang ia maksud berada juga pada acara penguburan itu. Bukti ketika kita bisa bicara di depan publik, tidak serta merta setiap orang dapat menjadi releven. Kuncinya adalah analisa berpikir, kemampuan untuk membaca situasi yang ada ( common sense) dan menyampaikan narasi yang sesuai dengan ekspektasi lawan bicara. Makin banyak saya amati dalam setiap kelas, keadaan seperti ini terus bermunculan. Seorang leader yang membuka acara webinar kemarin-pun, bicara panjang lebar, sangat normatif, tidak ada insight dan sangat tidak relevan, kasian! Orang ini seperti asik sendiri didunianya tanpa menyadari apa yang terjadi dilingkungan dimana ia berada.

Kualitas terakhir adalah Connection. Nah ini memerlukan banyak latihan, setelah kita fokus kepada 2 kualitas penting diatas, sekarang saatnya belajar melatih diri dengan melihat dari “kacamata” lawan bicara, bukan dari sudut pandang kita. Karena hal itu pasti akan menjadi subjektif dan tidak dapat connected dengan lawan bicara. Latihan menurunkan ego ketika bicara adalah kuncinya, melihat dari sudut pandang mereka, akan apa yang mereka butuhkan. Tidak mendominasi pembicaraan, mendengarkan dengan kedua telinga anda, itu yang disebut seni membangun hubungan dengan active listening. If we could always stay connected with our audience you definitely will win their hearts. And again, in communication one thing to be remember, it’s not about you, it’s about them!