Intergritas Pilar Komunikasi

Oleh Erwin Parengkuan

Apa yang membuat kita merasa sungkan dengan seseorang? Sungkan artinya kita segan dan tidak berbuat sesukanya, misalnya kita diajak makan oleh figur yang kita hormati, maka kita akan menjaga sikap maupun perkataan kita kepada mereka.
Masifnya informasi yang wara-wiri di timeline kita, dengan kebisingan yang ada, kita seperti kesulitan untuk mencerna lagi mana yang penting karena memang bobotnya insipiratif atau hanya sekedar lewat karena sangat umum dibahas dimana-mana. Termasuk para figur yang membawakannya.
Waktu itu saya sempat dikirimkan sebuah link dari salah satu KOL dan figur ini berbicara dengan seseorang harus memiliki sikap yang rendah hati agar dapat sukses, akan tetapi ia berbicara di dalam pesawat pribadinya. Saya tertawa geli melihat isi konten tersebut yang bertolak belakang dengan yang membawakannya.

Salah satu faktor kegagalan dalam sebuah hubungan terjadi karena kita tidak melihat figur tersebut sebagai seseorang yang dapat kita hormati, orang tersebut tidak menjalankan seperti apa yang ia ucapkan kepada kita, istilahnya walk the talk! Hanya hanya bicara saja tapi tidak diikuti oleh perbuatan seperti yang diucapkan. Misalnya di kantor atau lingkungan terdekat, kita sering mendengar seseorang mengatakan harus terbuka dan jujur, tapi yang bersangkutan kerap berkata bohong dan manipulatif.

Ketika kita bicara tentang komunikasi, kita juga ingin apa yang kita ucapkan menjadi bermakna dan berdampak atas apa yang kita ucapkan karena apa yang kita sampaikan sangat sesuai dengan apa yang kita lakukan juga, walk the talk, bukan omong doang. Sayangnya semakin banyak orang yang ingin tampil menarik dan sempurna tetapi melupakan soal nilai integritas yang harus dimilikinya sebagai sebuah nilai utama yang sangat penting dimiliki seseorang sebelum ia dapat memberikan pengaruh positif kepada lawan bicara.

Lalu bagiamana kalau kita tidak mengenal mereka, kita baru berjumpa dan bicara dengan mereka, dapatkan kita mengetahui apakah seseorang memiliki integritas atau tidak? Jawabannya bisa saja walaupun tidak 100%, akan tetapi dapat memberikan gambaran sedikit tentang orang tersebut. lihatlah sikap yang ia berikan kepada kita apakah terasa jujur atau malah dibuat-buat? Ketika ia berbicara kepada kita, apakah ia lebih banyak menceritakan tentang dirinya atau juga memiliki ketertarikan untuk mengenal kita lebih jauh. Mungkin dua indikator ini bisa jadi deteksi dini untuk kita rasakan ketulusan dan kejujurannya dalam berkomunikasi. Lihat juga ketika ia datang terlambat apakah ia mengucapkan permintaan maaf kepada kita karena telah menunggunya?

Integritas penilaian kita kepada seseorang yang harus teruji oleh waktu, sebuah kumpulan dari nilai-nilai yang kita dapatkan dari didikan di rumah. Semakin fondasi didikan di rumah kuat, semakin besar potensi seseorang memiliki integritas. Sebuah nilai penting, misalnya tentang menghargai sesama manusia, menghargai pendapat orang, tidak menyakiti dan menipu orang lain, dll. Bagaimana kalau ternyata di rumah kita tidak mendapatkannya? Sangat banyak contoh nilai-nilai penting yang bisa juga kita dapatkan dari orang lain, ketika kita mengamati mereka dan berbicara dengan mereka, adakah makna yang kita dapatkan dan bisa kita bawa dalam kehidupan kita? Bisa juga ketika kita menonton fiim, membaca buku, atau bicara/melihat figur yang inspiratif tersebut.

Dari semua set of skills yang ada seperti keahlian seseorang, sikap yang positif, kemampuan komunikasi, pikiran yang terbuka dan lainnya, integritas menurut saya memiliki nilai paling utama untuk seseorang agar dapat dihargai oleh lawan bicaranya.

Mulailah dari sekarang kita memupuk nilai-nilai penting itu, agar kita dapat menjadi figur yang tangguh, dan menjadi inspirasi buat orang-orang di sekitar kita.

4 tips Ice Breaking

Oleh Erwin Parengkuan

Tenyata begitu banyak pencarian di jagat maya yang bertanya tentang bagaimana caranya kita dalam melakukan ice breaking untuk memecah kebekuan dalam memulai pembicaraan, terutama dengan orang baru?

Saya kali ini akan membantu anda agar paham dulu tujuan ice breaking bukan semata-mata membuat jokes agar kebekuan itu mencair, melainkan kita harus dengan jeli melihat dan membaca peta lawan bicara ketika ingin mulai berkomunikasi.

Ada 4 tips yang harus kita perhatikan:

1. Amati Penampilan dan Bahasa Tubuh
Ini yang terkadang kita lupakan, karena kita terlalu didoktrin untuk sesumbar mengucapkan sesuatu dengan terburu-buru atas nama pemecah kebekuan tanpa melihat bagaimana cara sesorang berpenampilan dan bahasa tubuhnya. Kenapa demikian? karena dalam cara seseorang berpenampilan ada indikator yang terlihat dan dapat kita perhatikan dengan seksama, termasuk ketika bertemu mereka, amati gestur tubuhnya. Apakah orang tersebut dalam kodisi baik, sedih, senang dll. Kita harus jeli terlebih dahulu untuk pandai membaca keadaan sebelum berucap.

2. Gunakan Intuisi
Setiap orang memiliki kadar intuisi yang berbeda-beda. Tahukah anda pada bahwa otak tengah kita ada tombol intuisi yang dapat kita tekan dan ini akan memberikan banyak informasi tentang hal apa yang sepatutnya kita lakukan dan tidak lakukan. Entah dalam pengambilan keputusan atau apapun. Bila kita memiliki kesadaran utuh dalam hening dan mendengarkan intuisi kita, tentu kita akan lebih cermat untuk memilih kata-kata yang harus diucapkan.

3. Pilih Kata-kata yang Positif
Setelah kita menavigasi pengamatan pada dua point di atas dari indera pengelihatan dan indera perasa, barulah kita pilih kata-kata yang positif dan membangun. Ingat! Komunikasi adalah seni membangun hubungan. Sebuah seni yang harus ada pelajari hanya dengan kata-kata yang bermakna positif dan membangun. Termasuk mengatur tekanan suara yang menyejukkan, dan bahasa tubuh yang terbuka.

4. Berikan Apresiasi yang tulus
“Anda terlihat sangat segar?” atau apapun kata-kata yang dapat membuat orang mengatakan anda adalah pribadi yang menyenangkan. Karena sejujurnya kita hanya ingin berhubungan dengan orang-orang yang dapat membuat kita menjadi bahagia. Kelilingilah diri kita dengan lingkungan dan orang-orang yang positif, karena mereka memberikan dampak positif yang besar dalam kehidupan kita berikutnya. Dan belajarlah dari mereka, bagaimana mereka selalu apresiatif terhadap lawan bicara. Seperti kebanyakan orang-orang dibelahan barat sana yang begitu generous. Kita harus ringan memberikan penghargaan itu kepada siapapun orang yang kita jumpai.
Jadi, teknik ice breaking yang sudah kita pelajari itu bukan sekedar basa-basi yang sepihak atau tanpa tedeng aling-aling melemparkan jokes guna memecah kebekuan, karena jokes yang kita berikan belum tentu tepat, dan bahkan bisa meruntuhkan sebuah “jembatan” penghubung kita dalam membangun sebuah relasi yang berarti.

Berkomunikasi dengan hati

Dalam sebuah sesi training selama dua hari dengan para leader dari sebuah brand lokal, seorang bos mengeluh kepada saya tentang salah satu leadernya yang selalu menonjol dalam setiap training, akan tetapi ketika kembali bekerja, ia tidak seperti apa yang ditampilkan di dalam kelas. Anak buahnya sering kebingungan dengan sikap dan keputusan yang diambilnya.

Saya bertemu dengan anak ini selama dua hari, saya mencoba untuk netral agar dapat melakukan observasi apa yang terjadi. Memang anak ini menonjol di kelas, perawakannya yang menarik, rapih dan aktif di dalam kelas. Ketika sesi tampil ia pun menunjukkan keterampilannya dalam presentasi. Saya mengamati dengan seksama, ternyata ada bahasa tubuh yang terlihat dipaksakan. Terutama dari gestur tangan ketika ia mulai berbicara, sebuah hentakan yang tidak alami dan juga tekanan suara yang terdengar dipaksakan dari beberapa penggalan kata yang ia ucapkan sehingga kesannya saya seperti melihat seorang orator berbicara dengan meletup-letup.

Cerita saya diatas tadi menunjukkan tentang bagaimana setiap orang harus memiliki kesadaran yang utuh dalam membawakan dirinya termasuk dalam presentasi. Apalagi saya sudah mendapatkan insight dari atasannya. Ketika kita memiliki kesadaran yang utuh dalam setiap interaksi dengan siapapun, kita akan dapat mengetahui apakah hubungan yang sudah kita lakukan sudah sesuai datang dari hati, atau kita justru memilih untuk tidak alami/berpura-pura?

Kalau kita bahas tentang kelima indera manusia, indera perasa merupakan bagian terpenting dalam komunikasi yang dapat tersimpan begitu lama tentang kesan apa yang ditimbulkan seseorang dalam keseharian mereka, termasuk ketika kita bekerja dan beraktivitas. Kita juga sejatinya dapat merasakan keberadaan seseorang apakah yang ia lakukan itu tulus datang dari hatinya atau dibuat-buat. Apalagi untuk para pemimpin yang memiliki kesempatan sangat besar untuk selalu diamati oleh anak buahnya. Berkomunikasi dengan hati tentu akan terasa di hati dan dapat membuat organisasi yang dipimpinnya menjadi lebih produktif dan memperluas target market.

Begitulah makna mendalam tentang komunikasi yang sesungguhnya. Karena ketika kita memulainya dengan hati, akan ada empati dan semua orang akan merasa dihargai sehingga akan membuat suasana keterbukaan yang baik dan kondusif dalam setiap organisasi.

Ketika hari kedua berlangsung, anak ini bertanya kepada saya tentang apakah kita harus bersikap sama dalam setiap kesempatan, sama yang dimaksud adalah menampilkan diri kita yang jujur dan terbuka, tanpa ada tendensi apapun kepada siapapun? Saya menjawab tentu apa yang kita tampilkan dalam keseharian, di pekerjaan harus menggambarkan diri kita sesungguhnya, sehingga kita tidak akan lelah mengatur diri kita dan selalu menjadi versi terbaik dalam diri kita setiap hari. Bayangkan kalau kita memiliki lebih dari 3 lingkungan, di keluarga, kantor dan pertemanan, kita memiliki “wajah” yang berbeda-beda maka akan sangat repotnya kita menempatkan diri yang pada akhirnya akan membuat diri kita jauh dari apa yang sesungguhnya ada dalam diri kita.

Saatnya belajar mengenal diri lebih baik, terbuka akan evaluasi diri, melakukan self check setiap saat setelah kita berbicara dan melihat dengan jernih bagaimana sikap dan cara kita berkomunikasi dengan siapapun tanpa terkecuali. Karena setiap orang akan senang berjumpa dengan orang yang tulus, jujur dan terbuka, disitulah indahnya sebuah hubungan yang akan terjalin dan semua orang akan berbicara dengan menghargai dirinya dan juga orang lain.

Akhir Pekan Penuh Ilmu Pengalaman Online Class Professional Public Speaking Batch 23

Bermula dari tawaran training kompetensi yang diberikan oleh kantor, saya mulai mencari training apa yang sekiranya saya butuhkan dan bisa saya ikuti dengan antusias. Singkat cerita setelah memilah-milah platform training yang ada, saya memutuskan untuk mengikuti online class professional public speaking dari TalkInc. Hal itu karena TalkInc sudah menjadi tempat yang cocok untuk saya menimba ilmu tentang public speaking, bisa dilihat dari pada traineer nya yang sudah terkenal dibidangnya.

Setelah mengikuti online kelas ini, saya mempunyai tiga materi atau pertemuan yang menjadi favorit saya: Materi pertama yang menjadi favorit saya adalah pertemuan pertama. Hal itu karena training ini tiba-tiba dibuka oleh mas Erwin Parengkuan, selaku founder dari TalkInc. Beliau menjelaskan tentang overview materi yang akan kami para peserta ikuti kedepannya, memberikan motivasi dan memberitahukan bahwa waktu yang kami habiskan untuk training ini tidak akan sia-sia saat kita sebagai peserta juga focus dan mau berlatih sendiri di manapun berada. Hal itulah yang menjadi tenaga tambahan yang membuat kami peserta bersemangat dan tidak sabar mengikuti rangkaian materi kedepannya.

Mempersiapkan opening speech menjadi materi favorit saya yang kedua. Sebagai orang yang terbiasa presentasi di depan banyak orang, opening merupakan hal yang krusial menurut saya. Bagaimana kita akan menjadi perhatian audience adalah saat opening. Mas Fernando Edo yang menjadi pemateri juga sangat baik menyampaikan materinya, serta kami peserta diberikan pelatihan langsung dengan membuat materi opening speech yang harus disampaikan dalam dua menit. Menjadi tantangan tersendiri, karena dalam dua menit kami harus bisa memberikan first impression dan hal yang beda untuk membuka pembahasan.

Materi sesi yang menjadi favorit saya juga adalah saat kelas body language, saat itu materi dibawakan oleh mba Irina Dewi. Melalui materi itu saya mendapatkan ilmu bahwa dengan banyaknya online meeting saat ini, body language juga tetap harus dilakukan dan ditunjukan untuk memperkuat isi dari materi yang kita bawakan. Dengan body language yang tepat, materi akan semakin menarik untuk didengarkan dan akan mempertahankan fokus dari para peserta.

Pengalaman yang tidak akan dilupakan, bagaimana tiga jam setiap sabtu yang menjadi rutinitas baru untuk menambah ilmu. Bertemu dengan teman baru, menciptakan tantangan-tantangan tersendiri setiap minggu. Terima kasih TalkInc, semoga lain waktu bisa ikut kelasnya kembali, namun dengan suasana bertatap muka langsung pastinya. Agar lebih seru dan terasa suasana kelasnya.

Salam,
Fahrizal Gifari

Keteraturan, ketakteraturan dalam Berbicara

Oleh Erwin Parengkuan

Garis arahnya bisa lurus, melintang, diagonal, eksponensial dll. Kalau itu dipindahkan dalam sebuah nada suara, hasilnya beraneka ragam. Suara yang datar sudah tentu monoton, suara yang diagonal saya tidak tahu hasilnya, suara yang eksponensial akan seperti bom atom yang akan meledak.

Dalam kemampuan bicara, seseorang membutuhkan kemahiran dalam mengatur tempo dan tekanan suara yang dapat berdampak dari pesan yang akan disampaikan. Kita juga belum bicara soal bahasa tubuh, penampilan bahkan pemilihan kata yang harus dibuat dengan berbagai ragam dan makna.

Saya sendiri dalam bicara selalu memainkan ragam suara. Terkadang naik, rendah, naik lagi dan diam. Juga kata yang saya pilih memiliki keragaman yang campur sari. Bahasa baku, bahasa gaul, bahasa teknis dll. Ketika kita mengetahui berbagai macam ragam dan tempo dalam berbicara, kita dapat melatihnya dalam komunikasi sehari-hari. Akan seru dan menantang!

Dalam sebuah buku yang saya baca tulisan David A. Kolb, tuturnya awal tahun 1970an, setiap dari kita harus dapat mahir dalam mengeksplorasi diri, istilah kerennya adalah Experiential Learning. Seperti mendengarkan alunan musik dengan irama berbeda, menyaksikan sebuah alur dalam film atau seni pertunjukan, demikianlah kita dapat mengambil banyak kesempatan untuk terus bereksperimen dan berlatih, untuk dapat menemukan cara/pola/alur baru dalam kemampuan untuk cakap bicara yang berdampak.

Dalam setiap kelas, seperti yang sering saya sampaikan, kebanyakan peserta tidak menggunakan kemampuan Experiential Learning ini. Mereka mendapatkan banyak best practices dari kami para facilitator, tetapi enggan untuk melatihnya diluar kelas/sesi.

Waktu itu saya bertanya kepada salah seorang peserta “kemarin belajar apa dari materi body language?”. Lantas saya tanya “sudah dipraktikkan?” Ia pun menggelengkan kepala. Ini selalu sering, dan selalu kami dapatkan ketika berbagi di dalam kelas. Lantas apa gunanya ilmu kalau tidak diasah atau dilakukan dalam menjalani keseharian kita?

Ah, memang kebanyakan masyarakat pemalas, penunda, mudah baper, rentan, dan makin ribet dengan pikirannya. Hanya segelintir orang bersungguh-sungguh yang terus mengasah keahlian dan pengetahuannya, sehingga, ya hanya mereka lagi yang sukses. Sedang yang lain hanya bisa termanggu dan menjadi iri.

Dalam tulisan ini, saya ingin memotivasi anda, untuk tidak seperti mereka, menjadi pemalas, dan takut dalam mengeksplorasi diri dengan mencoba berbagai cara baru. Seperti berbagai macam bentuk garis tadi, begitu juga kita harus melakukannya terus menerus untuk mendapatkan berbagai macam jurus taktis dalam berkomunikasi sehingga menjadi menarik dan terus memberikan bobot yang akan menjadi pengukuran orang lain terhadap kualitas diri kita. Seperti sebuah hiasan di dinding kantor kami yang saya beli di Yogya bertulisan “don’t stop until you’re proud!”