Communication = Effort & Environment

Oleh Erwin Parengkuan

Kali ini saya ingin membahas bagaimana seseorang dapat memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam meningkatkan dirinya dan menjadi pribadi yang lebih unggul.

Seperti judul yang saya tulis kali ini, menggambarkan 2 aspek : manusia dan lingkungan. Kita adalah unik dan penuh dengan problema hidup. Semakin seseorang mengalami banyak masalah akan memiliki tendensi semakin sulit berkomunikasi. Dan karena tidak ada satu manusiapun yang dapat hidup sendiri dan bebas masalah, hendaknya setiap orang berfokus kepada kecermatan memilah-milah masalah yang penting dan tidak penting untuk dipikirkan, agar dapat mengembangkan dirinya atas usaha yang harus dilakukan. Dan tentu lingkungan di mana kita berada akan memberikan pengaruh besar bagaimana kita dapat berubah, menjadi lebih baik, buruk atau stagnan.

Dalam setiap kegiatan kami di kelas, 2 aspek ini sangat berkaitan dan jelas terlihat. Semakin seseorang terbuka semakin mudah ia mudah masuk dalam sebuah lingkungan, begitupun sebaliknya.

Bicara tentang manusia memang tidak akan pernah ada habisnya. Kita mudah rentan, atau kita tidak bergeming dengan adanya berbagai macam peristiwa dalam hidup yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi mudah tersulut emosinya, sulit membangun hubungan dalam berkomunikasi atau menjadi kaku/dingin/apatis, sehingga juga sulit terkoneksi dengan lingkungannya. Kali ini, saya akan membahas lebih dalam tentang perilaku manusia yang sering terjebak akan sifat yang buruknya, seperti egosentrik, tidak memiliki empati, dan sering memandang orang lain sebelah mata.

Belum lama dalam sebuah meeting dengan pihak klien, seorang pemimpin mengungkapkan kekecewaannya pada teamnya di depan kami. Harusnya pihak yang menghubungi kami itu ada di meeting ini, eh malah ia tidak hadir. Sehingga apa yang ia sampaikan kepada kami untuk pelaksaaan pelatihan tidak tersampaikan sesuai yang diinginkan oleh sang leader. Ini tentu bukan kesalahan dari pihak kami. Anehnya, sang leader kemudian meminta banyak hal dalam training mendatang dengan hasil yang harus instan. Kami bilang, bahwa dalam setiap training ketika facilitator memberikan banyak materi dan masukan kepada para peserta, tentu hasil sebuah perubahan akan terjadi bila setiap orang memiliki keinginan/effort yang besar untuk berubah, termasuk kemampuan komunikasinya. Itupun bila didukung oleh lingkungan yang kondusif, sehingga akan menjadi sejalan dengan niat seseorang untuk berubah.

Penjelasan ini kami sampaikan di meeting tersebut. Bahwa setiap orang dapat berubah bila ia ingin berubah, diikuti oleh usaha yang keras dalam dirinya, dan bila lingkungan/environment tidak mendukung, minat berubah dalam diri akan menjadi redup karena lingkungan yang ada tidak memberikan seseorang untuk ruang bertumbuh yang besar. Sang leader terdiam mendengar penjelasan kami. Tetapi tetap ngotot untuk hasil yang instan.

Rupanya, masih banyak pemimpin yang mengharapkan hasil yang instan. Semakin seseorang memiliki jabatan yang tinggi, sangat berpotensi untuk mereka menjadi pemimpin yang arogan, memaksakan pendapat dll. Mungkin juga situasi di kantor klien kami seperti ini, sehinggga para team dibawahnya menjadi tertekan dan frustasi.

Ketika kita sudah memilih untuk melakukan sebuah perubahan, hendaknya kita juga harus memiliki keberanian untuk memilah-milah lingkungan yang tepat. Bila lingkungan di kantor tidak mendukung, penuh dengan orang-orang toxic kita bisa menjauhi mereka, hanya berhubungan secara profesional dan mencari lingkungan baru di luar itu, untuk mendapat environment yang lebih sehat.

Ketika kita paham bahwa usaha 100% yang kita harus lakukan akan membuat kita menjadi pribadi yang tangguh, cakap dalam membangun hubungan dan berinteraksi. Kita juga akan terus bertumbuh, terus belajar, sehingga otomatis kemampuan komunikasi kita juga akan terus meningkat sejalan dengan tingkat penghargaan diri, emosi, dan lingkungan yang sehat.

Ketika kita sudah memilih untuk berubah, jangan lupa juga sewaktu-waktu melakukan self check akan perubahan harian yang sudah kita rencanakan apakah terlaksana dengan baik agar kita bisa menantiasa mengevaluasi diri dan memberikan penghargaan diri atas perubahan yang sudah kita lakukan.

Keteraturan, ketakteraturan dalam Berbicara

Oleh Erwin Parengkuan

Garis arahnya bisa lurus, melintang, diagonal, eksponensial dll. Kalau itu dipindahkan dalam sebuah nada suara, hasilnya beraneka ragam. Suara yang datar sudah tentu monoton, suara yang diagonal saya tidak tahu hasilnya, suara yang eksponensial akan seperti bom atom yang akan meledak.

Dalam kemampuan bicara, seseorang membutuhkan kemahiran dalam mengatur tempo dan tekanan suara yang dapat berdampak dari pesan yang akan disampaikan. Kita juga belum bicara soal bahasa tubuh, penampilan bahkan pemilihan kata yang harus dibuat dengan berbagai ragam dan makna.

Saya sendiri dalam bicara selalu memainkan ragam suara. Terkadang naik, rendah, naik lagi dan diam. Juga kata yang saya pilih memiliki keragaman yang campur sari. Bahasa baku, bahasa gaul, bahasa teknis dll. Ketika kita mengetahui berbagai macam ragam dan tempo dalam berbicara, kita dapat melatihnya dalam komunikasi sehari-hari. Akan seru dan menantang!

Dalam sebuah buku yang saya baca tulisan David A. Kolb, tuturnya awal tahun 1970an, setiap dari kita harus dapat mahir dalam mengeksplorasi diri, istilah kerennya adalah Experiential Learning. Seperti mendengarkan alunan musik dengan irama berbeda, menyaksikan sebuah alur dalam film atau seni pertunjukan, demikianlah kita dapat mengambil banyak kesempatan untuk terus bereksperimen dan berlatih, untuk dapat menemukan cara/pola/alur baru dalam kemampuan untuk cakap bicara yang berdampak.

Dalam setiap kelas, seperti yang sering saya sampaikan, kebanyakan peserta tidak menggunakan kemampuan Experiential Learning ini. Mereka mendapatkan banyak best practices dari kami para facilitator, tetapi enggan untuk melatihnya diluar kelas/sesi.

Waktu itu saya bertanya kepada salah seorang peserta “kemarin belajar apa dari materi body language?”. Lantas saya tanya “sudah dipraktikkan?” Ia pun menggelengkan kepala. Ini selalu sering, dan selalu kami dapatkan ketika berbagi di dalam kelas. Lantas apa gunanya ilmu kalau tidak diasah atau dilakukan dalam menjalani keseharian kita?

Ah, memang kebanyakan masyarakat pemalas, penunda, mudah baper, rentan, dan makin ribet dengan pikirannya. Hanya segelintir orang bersungguh-sungguh yang terus mengasah keahlian dan pengetahuannya, sehingga, ya hanya mereka lagi yang sukses. Sedang yang lain hanya bisa termanggu dan menjadi iri.

Dalam tulisan ini, saya ingin memotivasi anda, untuk tidak seperti mereka, menjadi pemalas, dan takut dalam mengeksplorasi diri dengan mencoba berbagai cara baru. Seperti berbagai macam bentuk garis tadi, begitu juga kita harus melakukannya terus menerus untuk mendapatkan berbagai macam jurus taktis dalam berkomunikasi sehingga menjadi menarik dan terus memberikan bobot yang akan menjadi pengukuran orang lain terhadap kualitas diri kita. Seperti sebuah hiasan di dinding kantor kami yang saya beli di Yogya bertulisan “don’t stop until you’re proud!”

Professional Development Skills

Oleh Erwin Parengkuan

Terasa sulit ketika seseorang merasa tak berdaya membuat perubahan dirinya menjadi lebih baik, lebih berani bicara, lebih PD, lebih terstuktur, lebih lentur, dan lebih-lebih lainnya. Beberapa komentar mereka tentang perubahan diri yaitu: “sulit yaa” “saya merasa kesulitan untuk memulai pembicaraan dengan orang baru” “saya coba ya mas.”

Sadarkah kita, semua apa yang kita ucapkan tentang menggali potensi diri terlahir dari sebuah ucapan yang akan menjadi modal sebuah stigma dalam diri seseorang. Ketika narasi yang kita sebutkan adalah kata : Susah, Tidak Yakin, Saya Coba, kata-kata ini adalah mantra kita yang akan menentukan langkah kita selanjutnya. Kalau Susah kata yang dipilih, tentu sampai dunia kiamat tidak akan pernah terjadi sebuah perubahan dalam diri seseorang menjadi lebih baik. Sama halnya dengan kata Mencoba, tentu hasilnya tidak akan maksimal.

Materi tentang Professional Development Skills di program regular yang kami berikan, semuanya akan memaksa setiap orang keluar dari zona nyaman. Peserta dituntut untuk berani bicara, dan berani mengeksplorasi diri. Pertemuan demi pertemuan yang kami berikan akan membuat mereka disiplin terhadap perubahan yang akan dicapai, apalagi mereka sendiri yang mau berubah. Seperti halnya dalam setiap training yang kami lakukan untuk para profesional di semua industri yang berbeda-beda. Sayangnya ketika seseorang diminta agar berubah oleh perusahaan dimana mereka bekerja, dan in house training ini diadakan, kesadaran dari setiap peserta tidak semuanya timbul. Apalagi melihat atasan mereka tidak berubah, dan hanya bisa menyuruh akan semakin sulit kondisi sebuah perubahan itu terjadi. Intinya, seseorang ingin berubah harus didasari oleh sebuah kesadaran penuh yang datang dari dalam dirinya.

Dari pengalaman kami disetiap kelas, kunci keberhasilan seseorang akan personal development adalah ketika memiliki jurus 3 C:

Courage

Sebuah keberanian untuk memulai, mencoba, gagal, mencoba lagi dan akhirnya menemukan sebuah cara baru yang ingin dikuasai

Curious

Seseorang memiliki rasa penasaran untuk meningkatkan kapasitas diri. Dan menantang dirinya untuk mencari tahu hal-hal yang penting untuk dilakukan, dan mencari metode seperti apa yang akan membentuk mereka menjadi pribadi yang unggul

Consistence

Bagian ini adalah penentu, apakah ketika kita sudah berani mencoba, penasaran dengan proses menemukan cara terbaik, apakah ia selalu konsisten dalam menjalankan perubahan yang akan dimulai dengan membuat sebuah kebiasaan baru.

Tentu tidak semua orang konsisten dalam menjalankannya, sehingga kita lihat, lebih banyak orang yang berhenti ditengah jalan karena mereka mudah menyerah dan tentu tidak konsisten.

Apakah anda berani menantang diri untuk menuju sebuah perubahan diri yang lebih baik? Agar makin PD, berani menggali potensi diri? Apakah ini saatnya untuk berubah? Kalau tidak, mau menunggu sampai kapan?

Public Speaking: Senyum & Semangat

Oleh Erwin Parengkuan

Bangsa kita terkenal dengan istilah bangsa yang ramah. Salah satunya yang sering saya dengar kalau orang asing berkunjung ke negara kita, mereka sangat terkagum-kagum dengan senyuman ramah dan tulus yang dijumpai ketika bertemu dengan masyarakat Indonesia. Saya sendiripun selalu merasakannya, terutama ketika berpergian ke pelosok daerah.

Faktanya kini, sejumlah senyuman itu semakin memudar, terutama untuk mereka yang hidup di kota besar. Berbagai gempuran tekanan pasca covid, naiknya bahan pokok, tantangan dan persaingan bisnis, belum lagi peperangan yang terus berkecamuk hingga kini di banyak belahan dunia secara tidak sadar telah merubah perilaku manusia. Memudarkan senyum yang dulu lahir begitu tulus, kini perlahan mulai sirna. Saya sendiri tidak tahu apakah ada data terpercaya dari balai riset dalam pengukuran seberapa besar menurunnya kadar jumlah senyum yang tulus, dulu dan sekarang di negeri kita. Walaupun demikian, senyum tetap menjadi esesi utama ketika seseorang akan berinteraksi bahkan berkomunikasi dengan siapapun. Seperti yang kami bagikan di dalam kelas, mulai dari program elementary class tentang keuntungan besar dan makna sebuah senyuman yang tulus akan memberikan pengaruh besar dalam sebuah relasi.

Sejumlah penelitian di luar negeri tentang manfaat senyum telah membuktikan dampak hidup seseorang akan lebih ringan sejalan dengan berkurangnya stress. Hanya sayang, hal tersebut masih menjadi tantangan terbesar para peserta kami di dalam kelas. Siapapun mereka, baik seseorang dengan jabatan tinggi atau tidak serta generasi manapun tanpa terkecuali semakin sulit untuk tersenyum ketika pertama kali mereka berbicara. Beban berat pekerjaan yang dipikul, kurangnya perhatian dan menurunnya tingkat percaya diri, belum berhasil menumbuhkan kesadaran diri tentang manfaat andal sebuah senyuman.

Bulan lalu, seorang kawan yang memang jarang tersenyum, telah mencoba membuktikan pernyataan ini. Ia mulai tersenyum ketika bertemu siapapun. Saya sendiri sangat senang mendengarkan cerita tersebut dan ketika kami berjumpa ia bertanya kepada saya ” Kenapa ya, ketika saya tersenyum kok orang itu malah menatap saya tajam?” Begitu ujarnya bingung. Saya lantas bertanya “hatimu tersenyum juga tidak?

Contoh kecil ini adalah latihan sehari-hari yang dapat kita manfaatkan. Tentu awalnya tidak mungkin kita langsung dapat tersenyum tulus. Akan tetapi, bila terus dilakukan, kita akan menjadi terbiasa, sama halnya dengan semua hal yang kita pelajari di dunia ini. Senyum yang lahir dari ketulusan hati akan berdampak kepada hidup dan citra yang positif, juga akan membuat orang akan tertarik dengan keberadaan kita.

Begitupun dengan semangat yang juga memiliki makna lebih besar. Lawan bicara tidak hanya senang dengan kehadiran kita, mereka juga mendapatkan energi baru dari kita. Selain itu semangat akan menghasilkan berbagai macam variasi tekanan suara yang yang akan menciptakan pengaruh besar ketika kita berkomunikasi.

Jadi mulai sekarang, jangan ragu untuk memberikan senyuman tulusmu dan semangatmu ketika berbicara. 2 kualitas ini sudah ada di dalam diri setiap orang dan mudah untuk ditampilkan, bring it on!

Sederhana Namun Berdampak

Oleh : Seftyana Trisia Pardosi

Salah satu materi favorit saya selama mengikuti Online Program Professional Public Speaking Batch 22 adalah The Opening Speech pada Encounter ke-2. Saat memulai dengan greetings, kita dapat menyapa dengan smiling voice terbaik kita. Hal ini akan menarik perhatian para peserta. Selanjutnya, kita dapat memperkenalkan diri untuk menunjukkan siapa kita dan bagaimana kita relevan untuk menyampaikan isi materi kita. Tidak harus selalu seorang expert, kita yang memiliki pengalaman pribadi tentang suatu hal, juga boleh menyampaikan konten tersebut.

Yang lebih menarik lagi, kita dapat menyampaikan sebuah cerita atau storytelling. Menurut Joshua VanDeBrake, “everyone loves a good story”. Untuk itu, kita dapat membuka speaking kita dengan cerita-cerita yang menarik. Berikutnya, bagaimana cerita tersebut dapat dikaitkan dengan para peserta, agar mereka penasaran dengan materi speaking kita.

Nah, dari sini peserta pasti akan lebih siap untuk mendengarkan saya lebih lanjut. Selama pengalaman saya melakukan latihan dikelas, saya merasakan kesiapan dari teman-teman peserta kelas regular lainnya.. Hal ini juga akhirnya membuat saya nyaman untuk melanjutkan isi materi saya. Untuk itu, saya menyebut section Opening Speech ini menjadi bagian yang sederhana namun berdampak. Terima kasih.

Tujuan Hidup dengan Piramida Berpikir Logis

Oleh Erwin Parengkuan

Rupanya hampir 80% penduduk di dunia tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, misalnya dalam sesi saya kemarin, seorang peserta yang merupakan seorang pegawai pemerintahan bertanya “Boleh tidak kalau saya memilih menjadi seorang mediocre saja?”. Saya bilang lagi, apa sudah dipikirkan dampaknya bila semua yang kita lakukan biasa-biasa saja, dengan inflasi yang makin meningkat, sekarang saja di Indonesia PPN tidak lagi 10% tapi 11%.

Ketika saya menyampaikan penjelasan ini, sang bapak kemudian merenung, saya bilang lagi, tentu semua tujuan yang akan dibuat harus jelas dan terukur, tidak muluk-muluk/terlalu jauh, karena saya percaya setiap orang harus memaksimalkan potensi dirinya, mulai dari menjadi seorang generalist dan kemudian beranjak perlahan menjadi seorang specialist dibidang yang ia tekuni setelah melewati rentang waktu kurang lebih 5 tahun, seperti yang dikatakan seorang penulis dan wartawan terkenal Malcomn Gladwell tentang 10.000 jam terbang untuk menjadi seorang ahli dibidangnya.

Setelah mendengarkan penjalasan saya, sang peserta kemudian sepakat untuk tidak menjadi mediocre:) Ok, sekarang giliran saya ingin menyampaikan kepada anda sebuah piramida logika yang ditemukan oleh duo ahli syaraf bernama Robert Dilts dan Gregory Bateson, dimana bila kita lakukan, akan membuat kita menjadi lebih powerful dalam kemampuan analisa, membantu orang lain, menyelesaikan masalah dan menciptakan hubungan yang harmonis:

Environment

Coba cermati lingkungan dimana anda berada, apakah lingkungan tersebut membantu anda untuk mencapai apa yang diinginkan? Tentu sebelum melihat lingkungan, kita harus bertanya dalam diri kita, apa yang mau kita tuju dalam hidup ini? Apa tujuan yang jelas? Apakah sudah dibuat dengan terukur? Jenjang karir yang ingin dicapai? Baru kita bisa mencocokan dengan lingkungan yang sepadan yang harus kita miliki. Termasuk membuang lingkungan/orang-orang yang tidak sapatutnya/terasosiasi dengan kita, untuk mempermudah pertumbuhan mental yang sehat.

Behavior

Ini kerap kali menjadi batu sandungan, seseorang yang sudah memiliki tujuan yang jelas, lingkungan yang tepat, tapi kalau tidak diikuti dengan perilaku yang menyenangkan, tentu tidak akan dapat dengan mudah mencapai ke jenjang selanjutnya. Tanyakan kedalam diri, apakah saya termasuk pribadi yang terbuka? Mau menerima input atau kritikan?

Ability

Ketika seseorang sudah memiliki 2 point diatas, saatnya fokus menjadi seorang specialist, tidak ada waktu untuk menunggu, tidak ada waktu untuk bemalas-malasan. Buatlah skala prioritas, ukur waktu pengerjaan, buatlah urutan dari yang tersulit harus dikerjakan baru yang termudah. Tidak ada waktu juga untuk menjadi overthinking karena tidak ada gunanya sama sekali. Overthinking hanya akan membuat kita kembali menjadi orang yang stagnan, frustasi dan akhirnya stress akan hal yang tidak penting dipikirkan, apalagi menyangkut hal external yang tidak dapat kita kendalikan sama-sekali. Pertajam keahlian dan bentangkan wawasan kita seluas samudera.

Belief and Values

Pertahanan mental kembali diperlukan dalam mencapai tujuan hidup yang jelas, apa yang kita percaya dalam diri? Nilai teguh apa yang kita pegang utuh? Kedisplinan? Tepat waktu? Integritas? menjadi pribadi yang memiliki growth mindset dan walk the talk adalah sangat tepat.

Identity

Buat dengan jelas, siapa identitas kita yang baru, dan lekas meninggalkan identitas yang lama. Menjadi orang yang baru, dengan semua pemikiran, perasaan, tubuh yang baru untuk menjadi pribadi yang tangguh. Jadi siapa saya yang baru? Brand apa yang mau saya gunakan? Pikirkan semua aspek yang sudah saya bahas diatas, dan rangkum menjadi kata kunci yang mewakili sifat kita, pekerjaan kita, cara kita berinteraksi, cara berpenampilan yang menjadi personal brand kita.

The Mission

Apa goal yang ingin kita capai? Goal pribadi? Goal dimana kita bekerja? Seorang pengusaha dan pembicara, Stephen Covey mengatakan “begin with the end in mind” berpikir akan hasil akhir yang ingin kita tuju. Buat apa tujuan itu? Ini adalah level tertinggi, yang akan membuat kita menjadi merasa berguna dalam hidup dan juga pada akhirnya memberikan kontribusi yang berarti kepada orang lain atau masyarakat luas. Level ini sangat powerful, the mission shines through everything. Anda akan selalu bangun tidur bersemangat ketika sudah merancang semua yang saya bahas dalam tulisan ini. Let’s!