Oleh Erwin Parengkuan

Bisingnya dunia saat ini dengan distraksi yang begitu masif membuat banyak orang semakin sulit berkomunikasi dengan baik. Sejujurnya semakin mereka sulit berbicara, semakin laku keras bisnis bicara seperti yang kami jalankan di Talkinc. Sedangkan kebutuhan bicara yang jelas dan terstruktur merupakan fondasi interaksi manusia semenjak beradab-adab yang lalu.

Ketika kami terjun langsung dalam setiap training, saya melihat dan menyimpulkan ada 2 masalah besar yang kerap dialami antara atasan dan bawahan dalam komunikasi dan jurang ini yang makin besar dari waktu ke waktu, khususnya kepada para pekerja di dunia profesional. Dari frontliners hingga para pucuk pimpinan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Para bawahan lebih kepada masalah tingkat kepercayaan diri yang rendah (takut salah, takut menyinggung perasaan dengan pemilihan kata yang tidak tepat). Sedangkan sang bos rata-rata urusan ego yang terlalu besar dalam berkomunikasi sehingga mereka masih terkesan otoriter dan tendensi hanya mau didengar saja. Belum lagi birokrasi yang berkepanjangan, semakin kusutnya komunikasi dalam setiap organisasi. Sikap apatis dan pasrah makin banyak terlihat dimana-mana. Bayangkan setiap orang berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya kerjasama yang baik.

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan melakukan sesi group coaching kepada 4 orang pemimpin di perusahaan BUMN. Kontras sekali terlihat gaya kepemimpinan dan gaya berbicara yang berbeda antara mereka yang masuk kategori millennials dan kolonial. Kita tahu, perbedaan generasipun memberikan kontribusi yang besar terhadap kekusutan komunikasi. Salah satu pemimpin di kelas terlihat kaku dan otoriter. Bicaranya tegas, suaranya kencang dan sangat mahir memberikan instruksi. Sedangkan satu pemimpin yang datang dari generasi millennials, terlihat tidak PD dan takut salah. Padahal, seorang pemimpin masa kini dituntut harus lentur dan cekatan dalam melihat perubahan yang makin cepat. Mereka harus dapat membangun “jembatan” yang baik dengan para bawahannya dan memberikan dampak yang besar dalam setiap kesempatan berbicara dan saling menghargai sehingga organisasi yang dipimpinnya terus bertumbuh. Sebuah organisasi yang membidik target market anak muda, mutlak dapat berkomunikasi dengan “gaya” mereka, bukan yang kuno apalagi arogan. Tidak heran bisnis jalan di tempat karena tidak adanya kolaborasi dan rasa saling percaya yang baik satu sama lain.

Dalam kesempatan yang berbeda pada saat makan siang, seorang leader mengeluhkan kepada saya bahwa sulitnya menggerakkan team di bawahnya. Rupanya ketika kami makan, ia sedang menikmati tempe mendoan dan saya luput mengambilnya. Saya bilang “oh ada ya tempe mendoan?”

Sedangkan generasi yang lebih muda, tentu akan takut kepada atasan macam itu. Apalagi mereka maunya serba cepat, ringkas, bicara apa-adanya (dengan pemilihan kata yang apa adanya), belum lagi urusan tingkat kepercayaan diri yang merosot bila bertemu atasan yang kaku dan bossy. Jujur kondisi ini makin sering kami temui dalam setiap pelatihan. Wah, bagaimana kita bisa makin maju kalau urusan dasar berkomunikasi saja tidak dikuasai?

Kualitas manusiapun sekarang makin menurun, jabatan tidak melulu setara dengan kompetensi yang dimiliki. Terkadang materi yang kami berikan harus diturunkan levelnya berkenaan dengan hal tersebut. Menyedihkan! Pengalaman dan cerita ini, adalah bagian dari banyak pelatihan dimana dalam setiap training, rata-rata 80% peserta kami berdomisili di Jakarta. Ibukota negara dengan potensi manusia yang makin merosot. Bagaimana dengan mereka yang ada di daerah? Kota kecamatan? dll? Seperti juga yang saya alami mengajar keluar kota dengan para pemimpin di daerah yang memiliki gelar S2, ternyata tidak semua mampu berbahasa Inggris. Akhirnya kami harus mengganti materi semua dengan Bahasa Indonesia. Coba anda bayangkan 10 tahun kedepan seperti apa wajah organisasi bila setiap orang didalamnya masih berkutat masalah komunikasi?

Kesadaran untuk bertumbuh dan berkembang menjadi milik pribadi setiap orang, bila ini disadari penuh dan dilakukan terus menerus dengan analisa diri, dan belajar dari banyak konten bicara, melihat cara figur keren tampil, hendaknya dapat menjadi sebuah inspirasi yang nyata. Bila dicari sendiripun sangat banyak tutorial dan role model yang inspiratif, sehingga kita tahu akan hal-hal yang harus dimiliki untuk bicara menarik dan tentunya akan membuat kita menjadi lebih sukses. Jadi sangat tidak ada alasan untuk tetap berdiam diri dan bertahan kemampuan komunikasi yang saat ini dimiliki saja.