Oleh Erwin Parengkuan

Ketika saya mendapatkan kalimat ini dari buku yang saya baca, temuan seorang psikolog ternama Amerika bernama Roger Walcot Sperry (lahir 1913-wafat 1994) saya langsung berhenti membaca dan mencerna dalam-dalam kalimat tersebut yang menjadi judul tulisan saya kali ini. Sperry bersama sahabatnya seorang psikolog yang sama populernya Abraham Maslow (The Hierachy of Needs) telah juga melakukan sebuah gerakan pada saat mereka berkolaborasi yaitu “consciousness rising” movement. 2 figur yang saya sangat kagumi, telah melakukan kerjasama dan mengkonfirmasi bahwa kehidupan yang kita jalani adalah sebuah proses panjang yang perlu dibuat dengan tujuan dan jelas dan dilakukan dengan penuh kesadaran.

Kalimat pada judul ini kalau diterjemahkan bahwa kita manusia hendaknya menerima lawan bicara kita apa adanya, atas tindakan, ucapan, maupun emosi yang mereka berikan kepada kita dalam konteks ketika kita menjadi pendengar yang baik tanpa mengevaluasi, memotong pembicaraan atau menuduh mereka. Pernyataan ini memang sangat releven dalam konteks pekerjaan sebagai seorang psikolog ketika berinteraksi dengan para pasiennya untuk mendapatkan uraian yang mereka rasakan dan alami. Sehingga akan didapatkan sebuah informasi yang lengkap ketika tidak ada sanggahan dari sang psikolog dalam mendengar problema yang dihadapi oleh pasiennya.

Bila hal ini kita pindahkan dalam konteks komunikasi atau membangun hubungan dengan lawan bicara, menurut saya teori ini tetap relevan. Sesungguhnya posisi kita sebagai pendengar akan berlaku sama dengan lawan bicara ketika mereka mendengarkan perkataan kita. Sehingga akan terjalin sebuah komunikasi yang seimbang, seperti makna komunikasi dalam bahasa latin adalah communion atau bersama.

Bayangkan apa yang akan dialami oleh kedua pribadi yang sedang berinteraksi bila masing-masing menjalankan unconditional positive regards (UPS). Tentu akan sangat menyenangkan dan kondusif. Kalau kita sadari atau peran yang kita jalani sehari-hari, peran itu akan selalu berganti, baik itu di lingkungan kerja ataupun di rumah. Ketika kita bekerja tentu kita mencari kesetaraan dengan rekan kerja begitupun ketika berbicara dengan atasan. Kesetaraan ini menurut saya menjadi landasan terpenting karena akan terjadi mutual benefit/saling menguntungkan dan saling menghargai. Begitupun ketika kita kembali ke rumah, anggota keluargapun menginginkan hubungan yang sama, terlepas hubungan hirarki anak-orang tua. Terjadinya ketidaksamaan hubungan komunikasi kalau salah satu merasa lebih superior apalagi ketika seseorang berbicara dengan “hati yang panas,” tentu UPS ini tidak dapat dijalankan sama sekali dan kesetaraan ini akan pudar karena salah satu ada yang merasa lebih benar. Secara fungsi baik orang tua maupun atasan tentu memiliki tanggung jawab sebagai pembimbing. Artinya mereka harus tahu momen terbaik kapan peran ini akan dijalankan, tanpa harus memotong pembicaraan atau merasa lebih tinggi. Begitupun ketika kita berada di jalan, peran ini akan berubah, dimana kita menjadi warga masyarakat dengan identitas negara ini. Hal yang sama terjadi ketika kita keluar negeri, bangsa lain tidak akan melihat atribut yang kita miliki di kantor maupun di rumah, melainkan mereka melihat kita sebagai perwakilan sebuah negara.

Artinya tidak ada yang benar dan salah, kita diminta untuk tidak menyela, menuduh, atau menghakimi apapun yang ada di dunia ini. Ketika kita membebaskan diri kita dari sikap dan sifat yang berfokus kepada ego kita, maka kita akan membiarkan setiap lawan bicara kita untuk menjadi apa adanya mereka, karena ini menjadi hak dan pilihan setiap orang. Tentunya dalam konteks pekerjaan dan keluarga ada aturan yang harus dijalankan dan dihargai oleh masing-masing anggotanya, dan tugas seorang pemimpin untuk dapat mengatur alur yang tepat, kapan harus mendengar, kapan harus berbicara dalam menjalankan perannya. Walaupun sejatinya setiap orang adalah mahluk bebas yang boleh melakukan apa yang diinginkan.

Buat saya pribadi apa yang disampaikan oleh Sperry sangat membantu saya untuk lebih aware dalam berkomunikasi dan membawa diri saya terhadap berbagai peran yang saya jalankan, agar hidup saya lebih ringan dan berfokus kepada menjadi pribadi yang lebih terbuka, ramah dan berbuat kebajikan kepada siapapun, saya yakin anda juga setuju dengan pendapat ini. Kita sejatinya selalu menginginkan hidup yang menyenangkan, seimbang dan bahagia walaupun orang-orang disekeliling kita tidak sama frekuensinya dengan kita, biarlah itu menjadi hak mereka. Kita kemudian akan menerima diri kita dalam sebuah hubungan ini, begitupun dalam kita menerima lawan bicara kita.