by admin | Oct 31, 2023 | Information, News
Tuntutan dalam dunia kerja maupun sehari-hari membuat saya ingin mengembangkan cara dalam menyampaikan materi, berkomunikasi dengan baik, maupun menghidupkan suasana saat terjadinya komunikasi. Membutuhkan waktu cukup lama bagi saya melalukan research di sosial media maupun internet tentang kelas komunikasi atau public speaking hingga saya menemukan TALKINC. Alasan saya memilih TALKINC karena materi yang sangat menarik serta pengajar-pengajar yang ada merupakan orang profesional dalam bidang komunikasi. Sudah banyak juga rekan-rekan kerja saya yang mengikuti kelas TALKINC, sehingga saya tidak ragu untuk mengambil kelas Professional Program Public Speaking.
Terdapat beberapa materi yang disampaikan dalam 8 pertemuan dengan pengajar yang beragam sehingga dapat memberikan ragam sudut pandang profesional juga dengan pesertanya. Awal mula mengikuti kelas, saya cukup ‘kaget’ karena peserta dituntut untuk aktif dan melatih public speaking dari awal pertemuan. Namun, seiring berjalannya waktu dengan tuntutan tersebut membuat saya praktik secara langsung bagaimana menjadi public speaker yang baik dengan berbagai aspek penilaian seperti body language, flow of mind, intonasi berbicara, cara berpresentasi, dan lain sebagainya.
Dari semua kelas yang saya ikuti dengan para pengajar (mas Edo, mas Addry, mas Willy, mas Imam, mas Erwin, dan mas Rio) yang beragam memiliki kesan tersendiri yang tidak bisa dilupakan, saya banyak sekali belajar di setiap pertemuannya. Namun, ada satu kelas yang saya sangat ingat karena topik tersebut merupakan kelemahan saya, yaitu closing speech. Setiap saya melakukan presentasi atau menjadi pembicara maupun menjadi MC dalam berbagai acara, saya tidak memiliki kemampuan dalam memberikan closing yang berkesan untuk peserta. Cukup banyak kesalahan yang saya lakukan dalam pertemuan kali ini, namun Mas Imam Prabowo selaku pengajar memberikan banyak sekali pengetahuan akan closing speech ini dari yang berkesan, lucu, dapat mempengaruhi orang, dan masih banyak lagi.
Sebenernya masih banyak kesan mengenai pengalaman saya selama mengikuti kelas TALKINC yang tidak cukup saya sampaikan dalam tulisan singkat ini. Penyampaian yang dilakukan pun sangat menarik dan beragam sehingga membuat saya & teman-teman di kelas untuk terus mengikuti penyampaian materi yang diberikan. Terima kasih, TALKINC semoga terus maju dan sampai jumpa di kelas-kelas selanjutnya!
Oleh : Tara Nadira
Penyunting: Alyezca Disya Rahadiz
by admin | Oct 23, 2023 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
“Pernahkan Anda mengamati cara jalan seseorang dengan seksama? Dari cara jalan seseorang hendaknya kita dapat melihat kepribadian termasuk kecepatan kinerja seseorang!” ujar saya. “Aduh, kok begitu?” respon seorang peserta dalam sebuah sesi yang saya bawakan minggu lalu. Rasanya benar, kalau kita melihat orang yang teliti maka dari cara jalan mereka akan terlihat rapi/teratur, orang yang kaku pun akan terlihat, termasuk mereka yang ceroboh kemungkinan tersandung, dan cedera yang lebih banyak.
Apa hubungan cara jalan seseorang dengan Pace atau kecepatan seseorang dalam berkegiatan? Coba lihat orang-orang yang berada di kota-kota dunia, New York, Tokyo, London, Seoul, Singapore, dll. Kota yang sibuk, tidak berhenti berdenyut, dari cara jalan mereka yang cepat mewakili kehidupan dan roda kegiatan yang terus berputar. Berbeda ketika kita pergi ke tempat liburan, Universal Studio, Disneyland, atau di Bali, jarang kita lihat seseorang berjalan secepat kota-kota yang sibuk. Memang belum ada penelitian tentang ini, dan semuanya bersifat situasional.
Semakin kita memiliki kecepatan dalam bekerja tentu semakin banyak hasil yang akan kita dapatkan, begitupun dalam berkomunikasi atau public speaking, semakin cepat kita menangkap pesan-pesan dari lawan bicara dengan teliti, akan semakin efektif kita dalam berkomunikasi dan public speaking. Mari kita bahas, satu persatu.
Soal habbit atau kebiasaan bekerja dengan ritme yang cepat, tentu semua berasal dari sebuah perencanaan, dan prioritas. Ketika kita menuliskan secara terperinci semua hal yang menjadi tugas harian kita, kemudian kita harus menyusun skala prioritasnya, mana yang urgent, top urgent, mana yang bisa dikerjakan nanti, dan tentu kita juga harus mahir dalam menghitung berapa lama waktu yang akan ditempuh dalam pengerjaan sebuah tugas. Begitupun bila kita telah mempersiapkan agenda kerja kita dalam satu hari, seminggu, sebulan, setahun sebelumnya (misalnya projek besar) tentu akan semakin baik kita dalam mengatur kejelian atas kecepatan sebuah tugas harus diselesaikan sesuai waktu. Contoh yang sangat mudah, bila setiap pagi kita baru akan mempersiapkan baju untuk kita berkegiatan, akan berbeda dengan dampaknya kalau sudah dipersiapkan sehari atau seminggu sebelumnya karena kita sudah tahu penampilan dan kegiatan yang akan kita kenakan dan sesuaikan dalam minggu depannya. Pagi kita tentu tidak akan terburu-buru. Tentu semua yang saya sampaikan berhubungan dengan tindakan. Bila hanya ditulis atau direncanakan tanpa sebuah tindakan, sama saja nihil.
Kecepatan ini tentu akan sangat membantu seseorang semakin produktif atau tidak. Kita tentu sering mendengar istilah fast learner, nah orang-orang tipe ini memiliki kinerja yang mudah menyerap dan cepat dalam menjalankannya. Ketika kebiasaan ini kita pupuk, tentu akan menjadi habbit bahkan gaya hidup kita nanti. Hanya saja, tidak semua orang mau keluar dari zona nyamannya. Padahal semua orang harus memaksakan dirinya untuk bertumbuh.
Memulai sesuatu yang baru memang menantang dan perlu sebuah keberanian dan tindakan. Ketahuilah bahwa hanya perlu 14 hari bertahan dalam kebiasaan baru itu, karena itu adalah critical moment yang banyak orang tidak tahu. Kalau kita menyerah melakukan hal yang baru, biasanya tidak sampai satu minggu kita sudah mental block lagi dan kembali ke kebiasaan yang lama yang selalu membuat kita terus berada di zona nyaman. Sekarang saya informasikan 14 hari, Anda sudah bisa memiliki kesadaran dan mental kuat untuk memaksakan merubahnya. Nanti kebiasaan ini kita ulang terus dan terus, tentu akan serta merta menjadi gaya hidup/lifestyle kita selanjutnya.
Sebuah kecepatan/pace layaknya mengendarai kendaraan, semakin cepat semakin mudah kita mencapai sebuah tujuan, semakin cepat kita menangkap info dari lawan bicara dengan teliti, akan semakin efektif kita berkomunikasi. Dan waktu yang kita miliki akan menjadi sangat baik dan produktif. Jangan lupa juga menyisihkan waktu untuk me time dan personal development!
Penyunting: Alyezca Disya Rahadiz
by admin | Jul 18, 2023 | Information, News
Oleh Fernando Edo
7 tahun bekerja di lingkaran dalam Kedutaan Besar Amerika Serikat (US Embassy) membuat saya menjadi tahu gambaran akan negara tersebut beserta karakteristik orangnya serta bagaimana perilaku mereka dalam dunia professional (penulis masih berharap satu hari dapat mengunjungi Negara Paman Sam). Dalam dunia kerja, kepintaran dan kemahiran suatu bidang saja tidaklah cukup untuk dapat bertahan secara konsisten. Membutuhkan kemampuan beradaptasi dan berkomunikasi satu sama lain untuk memperkuat pertahanan dalam profesionalitas. Petualangan saya selama 7 tahun ini dimulai dari ketidaksengajaan bertemu dengan salah satu pegawai US Embassy di sebuah lobby mall, dari obrolan basa-basi hingga ditawari bekerja dengan mereka. Kok bisa? Saya itu orangnya malas basa-basi dengan orang yang tidak dikenal, tapi ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang MC Professional mengharuskan saya untuk menjadi orang yang “talkactive”. Kita tidak pernah tahu kalau kita tidak pernah mencoba membuka setiap pintu (peluang) yang ada bahkan dengan cara se-sederhana yakni obrolan santai.
Setelah menerima pekerjaan yang ditawarkan, ternyata itu buka puncak karir saya justru itu titik awal yang diiringi dengan berbagai tantangan. Dibekali oleh kemampuan berbahasa Inggris yang tidak terlalu istimewa, saya mulai bekerja dengan tidak percaya diri.
Tantangan yang saya alami dan belum temukan solusinya ini, menjadikan saya seorang yang pasif. Kemudian saya teringat oleh perkataan salah satu leader saat itu, “Dude, You should be proud that you can speak 2 languages rather than me. Come on, stand up and speak up, You are not in the middle of the TOEFL Test. Until now, sometimes I speak with no perfect grammar”. Ucapan tersebut mendobrak rasa malu-malu saya saat berbicara dengan orang lain, dan menstimulus saya untuk lebih percaya pada diri sendiri.
Dari pengamatan saya, Orang Amerika Serikat sangat santai cenderung tidak tahu sopan santun – hal ini dapat kita lihat dari perspektiif yang berbeda, tergantung bagaimana kita meresponnya. Pada satu momen, saya pernah dimarahi karena memanggil leader saya dengan sebutan “Sir” menurut mereka terlalu berlebihan. Dan satu momen lain, yang membuat terkejut yakni ketika di hari libur saya tetap bekerja karena memang ada kerjaan dan saya piker itu bentuk loyalitas saya terhdap perusahaan, namun keesokannya saya justru dipanggil dan diperingati untuk tidak bekerja pada saat di hari libur. Wah kalau bahasa generasi Z ini work life balance yang oke!
Sebutan The king of Entertainment juga sangat melekat dengan Amerika Serikat. Ribuan event yang sudah kami tangani dan jauh dari kata biasa. Karena budaya totalitas dan “have to look good” sangat ditanamkan untuk kami yang bekerja menangani event untuk US Embassy. Mau Bukti? Coba anda tonton Halftime Superbowl, konser yang berdurasi 15 menit bisa menjadi tontonan kelas dunia. They know how to make ordinary event / performance become extra ordinary. Menurut saya, kreativitas orang amerika diasah sejak di bangku sekolah yang memberikan kebebasan untuk menekuni bidang apapun dan ingat Amerika Serikat adalah Negara “melting pot” dimana semua orang dari penjuru dunia tinggal dan hidup rukun berdampingan di sana. Itu yang membuat mereka juga kaya akan adat dan kebiasaan setiap orang.
Dan satu lagi yang terkadang menjadi pertanyaan banyak orang termasuk saya saat itu. Kenapa US adalah negara yang “paranoid” dan sangat berhati-hati terutama dalam keamanan. Sangat ketat dalam pembuatan Visa walaupun hanya untuk turis sekalipun. Anda ingat kejadian 9 11 yang menewaskan begitu banyak warga US? Menurut saya, kejadian itu yang menimbulkan rasa trauma mereka, sehingga semua orang yang ingin membuat visa perlu penyaringan lebih ketat. Dan bekerja di lingkungan US Embassy juga membuat saya tahu pentingnya keamanan dalam bekerja. Hanya karena mereka mau melindungi negara tercinta mereka.
Tapi terlepas dari itu semua, perilaku budaya mereka juga dibentuk oleh judul di atas. Live the American Dream, dimana mereka percaya keberhasilan seseorang bukan dari strata sosial, agama, atau warna kulit melainkan pengorbanan, perjuangan dan kerja keras yang membuat suatu keberhasilan. Jadi jangan heran, mereka tidak pernah membedakan senior, junior, perempuan atau pria. Mereka percaya, selama ada kerja keras siapapun bisa. Apakah Anda sudah memiliki The American dream dalam diri Anda? I Dare you to dream with no limit and make it happen!
Penulis: Fernando Edo – TALKINC Main Facilitator
Penyunting: Alyezca Disya Rahadiz
by admin | Jul 13, 2023 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
Seorang peserta di kelas bertanya kepada saya “Mas Erwin, pernahkah terbayangkan bahwa akan ada di posisi seperti sekarang? Memimpin perusahaan dan aktif mengajar?” Pertanyaan yang sontak mengejutkan saya karena cukup menyentuh pribadi yang tidak pernah saya pikirkan akan ada orang yang menanyakan hal tersebut. Perlu beberapa detik untuk menjawab pertanyaan tersebut, akhirnya saya bilang gini “Sejujurnya saya tidak pernah membayangkan karir dan pekerjaan saya akan ada di titik ini, saya juga telah banyak membaca artikel dan buku tentang orang-orang yang bisa dibilang sukses dalam karir, dan merekapun tidak pernah membayangkan ada di titik itu!”
Kalau kita melihat ke dalam diri dan merefleksikan perjalanan hidup yang sudah kita lewati dan memetik hasilnya, ada yang berbuah manis, ada yang pahit, ada yang getir, dll. Semua itu tentu buah dari sebuah proses dan tindakan yang kita lakukan. Saya jadi ingat dulu ada sebuah kontes anak-anak muda yang sukses sebelum usia 30 tahun, sebagian mereka sekarang masih ada yang semakin sukses, tapi banyak juga yang berhenti karena setelah buah itu dipetik kemudian proses berikutnya tidak sesuai dengan espektasi mereka, akhirnya sebagian besar kandas di tengah jalan, dan mereka berhenti!
Menurut saya, makna kesuksesan adalah sebuah tindakan/proses tanpa henti. layaknya bernapas yang harus terus kita lakukan. Bila seseorang lekas puas dengan hasilnya maka proses sukses pun akan berhenti dengan sendirinya. Saya juga jadi ingat tante saya yang mengambil gelar Phd di Jepang, menjadi guru besar di universitas tersebut, dan tahun ini saya menyambangi beliau di usianya yang hampir 80 tahun. Ia berujar, bahwa kesuksesan dan predikat cemerlang yang ia dapatkan dulu, yang ia bangga-banggakan sekarang sudah tidak ada lagi. Tante saya juga tidak dalam kondisi fit, setelah terjatuh, ia hanya menghabiskan sisa waktunya dengan menonton televisi, membaca buku, diam dan terduduk tanpa ada aktivitas produktif yang ia lakukan seperti dulu kala. Berbagai macam pilihan yang kita miliki dalam menjalankan hidup/karir yang ingin kita raih mau sampai usia berapa?
Awal tahun ini saya membawakan sebuah acara ulang tahun seorang pengusaha yang usianya sudah 90 tahun tapi beliau masih terus bekerja dan aktif memimpin perusahaannya hingga saat ini. Saya ingin seperti beliau, tidak akan ada kata “berhenti” harus terus berjalan. Seperti banyak orang-orang yang usianya sudah sepuh tetapi masih kuat naik gunung Himalaya dll. Dan tentu perlu usaha keras tanpa henti, seperti konsisten merawat tubuh, pikiran, perasaan dan kemampuan membangun relasi dengan setiap orang.
Dari beberapa contoh di atas bisa menjadi motivasi dan acuan, pilihan dan penguat kita dalam menjalani sebuah proses, mengacu kepada kalimat bermakna yang populer dan favorit buat saya disebutkan oleh Steven R. Covey yaitu “Begin with the end in mind.” Kalimat ini telah menjadi “api” dalam diri saya untuk terus berjalan dan menerima sebuah proses apapun hasilnya. Konon tidak ada istilah orang yang gagal, tetapi adanya adalah orang yang memutuskan untuk berhenti berproses.
Bahwa kekayaan, kesuksesan, popularitas, bahkan kecerdasan bukanlah menjadi sebuah tujuan hidup (menurut saya), karena kalau kita sudah mencapai hal tersebut kita kemudian akan berhenti berproses. Sejatinya setiap orang harus memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyamannya, dengan hati yang tulus, terbuka, memiliki integritas, menghargai setiap orang, santun, dll adalah nilai-nilai utama yang menjadi pedoman dalam memetik sebuah hasil yang terus berkesinambungan.
Bulan lalu kami di kantor merayakan proses baru dimana TALKINC menjadi LPK TALKINC, sebuah impian yang sudah saya nantikan dari beberapa tahun yang lalu. Proses panjang kami lewati berkat kerja keras team dan support system dari Lembaga Akreditasi, pemerintah DKI, juga Kementerian Tenaga Kerja yang telah meluluskan permintaan kami. Sebuah kado terbaik untuk tahun ini. Ketika press conference berlangsung, seorang senior yang saya undang membisikkan kata-kata ini kepada saya “Kamu harus terus bermimpi dan membuat diri kamu lebih besar dari mimpimu!”. Ucapan yang mungkin bagi orang lain biasa saja, tapi sangat personal buat saya hingga tertegun sejenak. Ucapan yang meyakinkan saya dalam bertekad untuk terus melanjutkan perjalanan ke depan tanpa henti. Saya berharap tulisan ini dapat memengaruhi pembaca untuk memiliki arah & tujuan dalam menjalani hidup karena dari sana kita dapat memaknai setiap langkah kita untuk bertahan di kehidupan yang selalu ‘ada-ada saja’, sehingga jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti untuk terus menjalani hidupmu!
Editor: Alyezca Disya Rahadiz
by admin | Jun 22, 2023 | Information, News
Oleh Irina Dewi – TALKINC Facilitator
Ada beberapa orang beranggapan bahwa ekstrovert adalah orang yang cerewet dan introvert adalah orang yang pendiam. Makanya ketika ada orang yang lancar sekali berbicara di depan umum, anggapannya adalah: “Oh, pasti dia extrovert, wajarlah bisa ngomong lancar di depan umum”. Ini merupakan satu miskonsepsi mengenai penilaian tipe kepribadian yang sering kita dengar dan pada artikel ini kita cari tahu jawabannya ya!
Oke, saya disclaimer dulu ya. Saya adalah seorang introvert yang sudah bergelut di dunia public speaking selama lebih dari 20 tahun. Pertama kali saya sadar bahwa saya adalah seorang introvert adalah ketika saya membaca buku dari Carl Jung yang berjudul Psychological Types. Dalam buku ini, Jung menggambarkan introvert sebagai orang yang lebih fokus pada dunia internal, cenderung memproses informasi dengan refleksi diri dan lebih memilih waktu sendiri untuk mengisi ulang energi. Sementara, ekstrovert cenderung lebih fokus pada dunia luar, memproses informasi melalui interaksi dengan lingkungan sosial, dan mendapatkan energi dari interaksi sosial tersebut. Jadi kalau balik lagi ke pertanyaan, apakah introvert pasti pendiam dan extrovert pasti cerewet? Jawabannya adalah: TIDAK. The only difference is how you recharge your energy. Jadi kalau kamu adalah tipe menjadi enerjik ketika kamu bertemu banyak orang, kemungkinan besar kamu adalah extrovert. Kalau kamu lebih enerjik seusai menghabiskan waktu sendirian, kemungkinan besar kamu introvert.
Dalam buku Understanding People, Erwin Parengkuan, founder Talk Inc, memisahkan tipe introvert dan ekstrovert dalam konteks gaya komunikasi, bahwa ada 4 tipe manusia secara general yaitu, Si Gesit, Si Rinci, Si Kuat, dan Si Damai. Untuk detilnya silahkan baca sendiri dan lakukan tesnya biar lebih mengenal diri sendiri. Intinya, gaya komunikasi introvert dan ekstrovert memang sangat berbeda.
Nah, kalo kembali lagi ke topik kita tadi, bisakah seorang introvert menjadi Public Speaker yang baik? Jawabannya adalah: BISA BANGET. Memang, seorang ekstrovert kecenderungannya lebih nyaman berbicara di depan umum dan bahkan menjadi enerjik berbicara di depan audience dalam jumlah besar, tetapi introvert juga banyak kelebihannya lho. Introvert cenderung memiliki kemampuan yang baik dalam mendengarkan, cenderung memperhatikan detil, memahami sudut pandang orang lain dengan lebih baik, memproses informasi secara mendalam untuk mengembangkan perspektif yang matang, dan cenderung memiliki kemampuan observasi yang kuat.
Jadi bagaimana supaya seorang Introvert lebih nyaman berbicara di depan umum, padahal secara energi banyak terserap dengan kehadiran orang banyak apalagi menjadi menjadi pusat perhatian? Yang biasa saya lakukan adalah pertama, persiapkan materi secara menyeluruh. Dengan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang topik yang akan dibawakan, kita akan merasa lebih percaya diri saat berbicara di depan umum. Preparation is key. Kedua, rehearse, rehearse, and rehearse. Lakukan latihan dan repetisi sebelum berbicara di depan umum. Rehearsal membantu membangun rasa percaya diri dan memperkuat kemampuan berbicara secara lancar. Berikutnya adalah fokus pada konten. Introvert cenderung lebih memikirkan isi pesan daripada perhatian yang diberikan oleh audiens. Maksimalkan kekuatan ini dengan berfokus pada inti pesan yang ingin disampaikan. Last but not least, give yourself time to recover. Setelah melakukan public speaking, introvert cenderung merasa lelah secara emosional. Kasih waktu ke diri sendiri untuk mengisi ulang energi dengan menghabiskan waktu sendiri.
Jadi nggak ada lagi alasan nggak mau berbicara di depan umum dengan melabeli diri introvert ya. Pada dasarnya semua kepribadian memiliki kesempatan yang sama untuk mampu menjadi Great Public Speaker. We can do it!
Editor: Alyezca Disya Rahadiz