by admin | Feb 21, 2022 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
Wah, menulis artikel kali ini penuh tantangan. Bagaimana saya bisa menguraikan sesuatu semantic/makna dalam kata “diam” tidak ada satu patah kata yang terucap, tidak ada suara yang terdengar, yang juga merupakan bagian utuh dari sebuah kata “komunikasi.” Terkadang dalam sebuah interaksi atau komunikasi terlihat seseorang, dua orang, atau banyak orang melakukan an absent of speech. Seorang orator yang diktator seperti Adolf Hitler, kerap kali melakukan hal ini, an absent of speech selama bebeberapa menit di atas panggung. Menghipnotis audiens dan penuh tekanan yang membuat tujuan pidatonya menjadi lebih powerful. Sering juga mungkin pasangan berada dalam satu mobil, tidak saling bicara. Hening..tenang…masing-masing membiarkan pikiran mereka berada dalam senyap tanpa suara. Bukan berarti mereka malas bicara/mungkin. Bisa jadi menikmati suasana dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Kita juga dulu sering mendengar kalimat “silent is gold’ apakah dalam komunikasi hal ini masih valid? Jawabannya relatif! Untuk apa, dan mengapa hal ini dilakukan oleh seseorang. Dalam berbagai situasi, perlu dilakukan, karena menurut saya mutlak saja seseorang absen dari bicara ketika berkomunikasi, bukan dalam kontek gagap atau kehilangan kata-kata, tetapi menjadi bagian dari alur/the flow. Menciptakan kekuatan baru dan perhatian lebih dari lawan bicara, untuk terus stay on the flow dan menantikan kata berikutnya yang akan kita ucapkan. Seperti sebuah jeda/pause. Sangat penting dilakukan ketika berbicara, agar kata-kata yang diucapkan tidak terus mengalir deras seperti kran yang bocor. Hasilnya, sulit ditampung oleh lawan bicara!
Saya ketika berada dalam sebuah diskusi atau sesi mengajar, sering sekali menggunakan strategi jeda ini. Peserta kemudian menunggu kalimat berikut yang akan saya sampaikan. Walau terkadang jeda dilakukan sebagai sebuah proses dalam mencari kata yang paling tepat dari banyaknya sinomim dibenak saya. Sekali lagi, kita bicara kali ini dalam konteks positive silent/jeda untuk sebuah kekuatan, bukan destructive silence shout down communication, dimana terjadi ketidakmampuan seseorang dalam memilih kata/blank/gugup. Karena sudah sepatutnya apapun yang kita bicarakan harus/mutlak dikuasai.
Berikut ini adalah 5 keuntungan penting yang akan diraih seseorang ketika melakukan “diam/jeda” dalam berbicara:
1. Memimpin pembicaraan
2. Golden moment
3. Membuat lawan bicara mencerna dan menunggu
4. Dalam kendali diri
5. Ekspresi dari perasaan
Seperti yang sering saya bahas di kelas maupun dalam tulisan-tulisan saya, bahwa non verbal communication menduduki bobot terbesar dalam berkomunikasi yaitu 70 % ( Penampilan 10%, Bahasa tubuh 60%), kata-kata 10% dan suara 20%. Bagaimana kita bisa dalam kendali, membuat bahasa tubuh juga “diam” sebagai bagian dari mempertebal tujuan. Atau bisa juga anda merubah posisi duduk/berdiri yang mendukung tujuan.
Silence adalah aset penting dalam berkomunikasi, juga ketika saya pergi menginap di hotel, saya tidak menyalakan TV, memutar musik, saya hening, tenggelam dalam pikiran dan perasaan. Ini juga merupakan bagian dari meditasi, kontemplasi diri, berbicara dengan diri sendiri, melakukan self check dan masih banyak lagi keuntungan ketika bisa menggunakan silence sebagai bagian dari komunikasi kepada lawan bicara/audiens. Silence juga menurut saya lebih baik daripada berbicara tanpa makna apapun, seperti terkadang kita menikmati waktu bersama dengan orang lain, tanpa berbicara untuk berada dalam zona diri yang tenang dan nyaman dari dunia yang makin bising saat ini.
by admin | Feb 14, 2022 | Information, News
Tujuan melanjutkan kelas Public Speaking setelah Elementary kelas adalah agar bisa melatih dan berlatih public speaking yang lebih efektif, yang mengena ke sasaran. Selain itu harapan saya adalah dapat lebih mengenal type yang tepat dan sesuai dengan karakter dan gaya bicara saya, yang cenderung suka menambhakan “bumbu” saat berbicara. Diakhir sesi ke 7, saya dapat melihat kecendrungan saya dan semakin menyadari kecendrungan ini serta berusaha lebih mawas diri.
Materi favorit saya adalah Practice Makes Perfect yang dibawakan oleh Lala Tangkudung. Materi ini menarik buat saya karena selain kita melatih diri kita, selama sesi kita juga bisa mengamati kreatifitas teman-teman saat melakukan praktek. Saat pengamatan kita juga jadi terpacu untuk menjadi kreatif dan juga menyesuaikan beberapa point yang tadinya ingin kita sampaikan atau yang tidak ingin disampaikan. Saya juga lebih mawas mengenai beberapa point yang perlu saya perbaiki seperti verbal filler, bridging dan juga tone suara saya terutama saat blank.
Saat kelas, Mba Lala juga sangat memperhatikan praktek tiap peserta dan memberikan tips untuk memudahkan ataupun memberikan masukan mengenai bagaimana sebaiknya presentasi dan praktek yang lebih pas bagi masing masing peserta. Tone dan pace suara juga diperhatikan selain dari posisi ke kamera dan interaksi kepada audience. Meskipun saat kelas dengan topik ini pembahasan teori tidak terlalu banyak dan merupakan ringkasan dari kelas sebelumnya, tapi sangat berguna untuk refresh ingatan mengenai topik-tpoki sebelumnya.

Hal yang sangat mengena adalah mengenai pentingnya Punch line saat di bagian closing, karena selama ini setiap bagian closing saya hanya terbiasa menggunakan summary dan rekap. Punch line yang mengena akan meninggalkan kesan yang bisa selalu diingat oleh para peserta. Materi di kelas ini juga sangat berguna untuk digunakan di setiap sesi praktek karena merupakan gabungan dari materi kelas sebelumnya dan sesi pengingat yang pas.
by admin | Feb 7, 2022 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
3 istilah dari bahasa Yunani ini secara langsung dan tidak, pernah/sering kali kita gunakan dalam berinteraksi sehari-hari bahkan sampai dalam konteks bisnis/penjualan.
Mari kita bahas artinya masing-masing:
Ethos adalah sebuah kredibilitas yang dimiliki seseorang/organisasi dalam menjalankan perannya, termasuk dalam menciptakan brand awareness, brand loyalty, brand credibility dan social validation. Seseorang yang memiliki Ethos yang kuat, dapat dengan mudah menyampaikan pesan mereka dengan percaya diri sehingga akan sangat meyakinkan dengan apa yang mereka ketahui dari berbagai informasi/keahlian yang dimilikinya dan mudah dengan cepat memperoleh “trust” dari lawan bicara seiring dengan hasil kerja yang sudah terbukti dan diakui oleh lingkungan.
Logos adalah cara penyampaikan yang dilakukan dengan logis/rasional, diterima dengan struktur yang selaras dengan tujuan komunikasi, tidak membingungkan dalam penyampaikan pesannya, tuntas tidak menimbulkan tanda tanya oleh lawan bicara. Termasuk dapat menampilkan data pendukung yang akurat dengan pendekatan yang sesuai, entah itu mulai dari memberikan perbandingan, melakukan analogi agar hal teknis yang disampaikan dapat diserap dengan baik termasuk menggembangkannya dengan menggunakan pendekatan metafora.
Pathos adalah melakukan penjelasan dengan alur bercerita yang dapat menggerakkan emosi lawan bicara, menampilkan kutipan dari figur ternama (misalnya) dengan pemilihan kata yang jelas dan menampilkan nilai-nilai penting yang berlaku secara umum.
Ketiga aspek ini menjadi fundamental dalam seseorang berbicara, berinteraksi dan mempengaruhi lawan bicara dan mengajak lawan bicara untuk dapat memahami apa yang akan disampaikan agar jelas diterima dengan baik dengan alasan yang dapat diterima. Walaupun istilah ini sudah ada sejak zaman Romawi kuno yang diciptakan oleh seorang filsuf terkenal Aristoteles dengan pengetahuan, keahlian dan sudut pandangnya yang luas mulai dari logika, fisika, metafika, komunikasi, biologi, politik dll dengan kemampuannya yang sangat mumpuni dalam 3 aspek tersebut (tetap) masih powerful hingga saat ini karena melibatkan logika, rasa dan kemahiran dalam berkomunikasi.
Dalam keseharian kita, ketika kita berbicara apakah anda masih sering kesulitan mengartikulasikan pikiran kedalam kata-kata? Sering kali saya melihat seseorang berbicara banyak sekali pemilihan kata yang tidak tepat digunakan. Seperti penggunaan kata yang ambigu (kalau tidak salah, mungkin, ee..ee, kayaknya dll) atau informasi yang diberikan sangat umum. belum lagi alur yang tidak runut dan terarah. Dalam tujuan mempengaruhi lawan bicara, pengetahuan, bobot materi yang disampaikan harus yang terbaru termasuk kekayaan dalam memiliki kosa kata yang beragam.
Ketiga istilah ini bila dimiliki oleh seseorang, ia akan mampu dengan mudah melakukan persuasi dan membuat lawan bicara bertindak atau memiliki perspektif yang baru. Tidak hanya dalam berkomunikasi aspek ini diperlukan tapi juga dalam setiap bentuk persuasi seperti iklan yang beredar dengan menggunakan 3 pendekatan ini.
Coba mulai sekarang buatlah target hal apa yang ingin diaktifkan dari 3 aspek tersebut, bila kurang data tentu anda harus lakukan riset, bila kurang lentur berbicara harus mempersiapkan alur/blue print akan tujuan bicara dan kenapa hal ini penting untuk anda sampaikan. Bila kurang pengalaman, cepat kejar dan perkaya dengan menggunakan riset yang memukau. Jangan lupa untuk menggunakan pendekatan emosi agar pesan mudah diserap dengan baik oleh lawan bicara.
by admin | Jan 30, 2022 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
Dalam sesi training bersama para pemimpin di bank BUMN, yang berlangsung hanya 3 jam kemarin, saya berkesempatan mengambil bagian untuk membukakan para peserta yang jumlahnya 20 orang agar punya mindset yang lebih terbuka, tidak sempit sehingga mereka dapat menggerakkan organisasi besar ini bertumbuh sehubungan dengan sales mereka yang anjlok tahun lalu sampai merosot dibawah 50%. Memang menyedihkan kondisi dunia usaha selama pandemi ini, selain ada sebagian kecil yang menuai keuntungan, tapi sangat banyak yang merosot tajam bahkan sampai gulung tikar. Tapi di China semester pertama ini perekonomian mereka naik menjadi 20%, whoaaaaa. Yes, some win some loose. Kembali ke pelatihan yang berlangsung singkat selama 3 jam, tentu menjadi menantang buat saya, karena banyak sekali kebutuhan para leader ini yang harus dipersenjatai agar mereka lebih optimis, lebih tangguh, cara berkomunikasi yang lebih lentur, personal branding, percaya diri yang harus dibangkitkan kembali, sampai mengenal lawan bicara dengan mapping dan profiling. Sangat banyak PR saya dengan waktu yang sangat singkat. Ingat mengumpulkan para bos selengkap ini sangat sulit karena jadwal merekapun padat. Saya bahkan harus merevisi materi sampai 3x karenanya. Rencana 3 jam dengan tiga materi, menjadi hanya 2 materi saja.
2 jam pertama saya fokus menekankan kepada self concept yang harus kembali dibangun dengan mental positif dan tahan banting (resilience) lalu saya pindah ke self image dimana setelah seorang membuat kembali konsep dirinya harus dipindahkan ke self image dimana hal ini akan membantu mereka berhubungan dengan semua stakeholders. Self concept, self image, social image (stakeholders), self esteem (kemampuan menghargai diri dan melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu), self acceptance, yaitu menyadari tidak ada seorang manusia di dunia ini yang sempurna, dan kita harus punya self management untuk mengembangkan potensi dan membuat kebiasaaan yang baru. Belum lagi kita bicara soal self reward, self discipline dll Terbayangkah oleh anda sesi ini berlangsung selama 2 jam? Saya sangat fokus dan menajamkan kedalam diri setiap leader di kelas itu. Sedangkan waktu 1 jam tersisa saya harus membuat mereka lebih lentur dalam berkomunikasi.
Sangat terlihat wajah-wajah para bos ini yang langsung rungsing, kusut tepatnya ketika fokus 2 jam kepada diri mereka. Lebih dari 80% peserta terlihat di wajah mereka dengan arah mata yang melirik ke kiri, tanda mereka kembali ke masa lalu dalam memvalidasi apa yang saya ucapkan dalam interaksi mereka kepada semua orang di kantor maupun kepada para nasabah/regulator. Seorang bapak, tiba-tiba bertanya “saya lihat mas Erwin sangat sering bicara tentang Self..self..self dari tadi, apa ini artinya memang semua harus dimulai dari diri kita dulu? Bukan dari orang lain?”
Sangat jelas terlihat gambaran pertanyaan sang bapak, mungkin juga sama dengan apa yang terlintas dipikiran anda ketika mencerna pertanyaan tersebut. Semua memang berpulang kepada diri kita terlebih dahulu, sebelum kita terkoneksi dengan dunia luar. Apa yang ada dalam diri kita, kekuatan kita, kekurangan kita, tantangan kita, dll sejatinya siapapun kita mempunyai “kekayaan” yang banyak akan apa yang sudah kita miliki. Seperti kultur, budaya ketimuran, didikan keluarga, lingkungan, sampai kepada pekerjaan/pengalaman. Ketika ada self awareness yang tinggi (lagi-lagi SELF) kita dapat mengerakkan semua yang kita miliki dalam diri untuk membangun hubungan yang harmonis dengan siapapun orang yang kita jumpai, bahkan sampai di kanal media sosial yang kita punya.
Kemampuan ini yang sudah dimiliki setiap orang akan membantu mereka punya keberanian untuk bergerak dan selalu tertarik untuk mengetahui “kekayaan” yang dimiliki orang lain untuk menjadi pengetahuan baru buat kehidupan kita. Saya sendiri selalu sangat suka berbicara dengan orang-orang yang memiliki banyak pengalaman yang tidak saya miliki, bahkan ketika berjumpa dengan generasi Z yang saat ini memasuki dunia pekerjaan, banyak sekali cara pola pikir mereka, cara mereka berinteraksi yang tidak sama dengan apa yang saya lewati ketika saya seumur mereka. Dan ini menjadi menarik untuk saya pelajari. Coba kalau mental ini yang kita miliki, tentu efeknya setiap kita bertemu dengan siapapun akan selalu antusias mendengarkan cerita mereka, bahkan sampai mengetahui hal-hal yang mengganggu pikiran mereka hidup di masa pandemi ini. Akhirnya, kita memulai sesuatu yang positif dari konsep diri yang akan kita tampilkan ke lawan bicara kita, siapapun mereka! Dan memang semua berpulang seperti pertanyaan si bapak tadi. Bagaimana kita memandang diri kita dan mengaktivasi diri kita untuk hubungan yang menyenangkan kepada semua orang.
by admin | Jan 30, 2022 | Information, News
Oleh Erwin Parengkuan
Ketika seseorang diminta untuk menyampaikan sebuah pesan singkat secara spontan dan pesan tersebut harus dapat ditangkap dengan jelas oleh lawan bicara yang memberikan dampak pengetahuan baru atau sebuah tindakan, itulah artinya impromptu speech (IS). Dalam setiap lini dan channel komunikasi baik itu secara formal dan informal kita secara sadar maupun tidak sadar sering kali melakukan hal ini. Saatnya kita dapat memaksimalkan kemampuan ini untuk membuat tujuan bicara kita dapat memberikan dampak sesuai yang kita utarakan.
Dalam sebuah ujian online untuk para murid-murid advance kelas public speaking, dimana mereka diminta untuk presentasi selama 3-5 menit dengan menampilkan slides presentasi yang sudah dipersiapkan. Saya menambahkan tugas mendadak agar mereka melakukan IS, tentu reaksi mereka kaget, karena ini tidak ada dalam agenda ujian. Lantas saya menjelaskan kenapa tugas baru ini saya lakukan. Kemudian saya memberikan satu topik dan tujuan mereka menyampaikannya dengan tujuan lawan bicara mempunyai informasi baru/bertindak. Alhasil 50% dari peserta gagal dalam berbicara secara spontan.
Sebelum sesi berlangsung, saya bercerita dengan seorang kawan baru setelah ia memberikan band aid kepada saya, ia tanya “memang kenapa kakinya mas?
Apa yang harus kita siapkan dalam membuat bicara yang spontan dan berdampak? Ada 5 faktor penting yang harus anda perhatikan:
1. Tidak bertele-tele, langsung utarakan apa yang ingin anda sampaikan
2. Harus berisikan informasi yang berguna buat lawan bicara, hal ini menjadi faktor kesulitan buat mereka yang tidak memiliki informasi yang sesuai. Kegagalan di point kedua ini akan membuat lawan bicara tidak akan “membeli” apa yang akan anda utarakan. Tentu jawabannya untuk kita harus memiliki pengetahuan/wawasan yang valid
3. Hindari pengulangan kata, hal ini memerlukan kemampuan kesadaran diri dalam memilih kata-kata yang tepat dalam mendukung informasi anda. Bila anda punya kecenderungan mengulang-ulang kata karena anda tidak dapat menyusunnya dengan baik maka dampaknya lawan bicara selain enggan mendengarkan kalimat anda selanjutnya, ada tidak akan efektif dalam melakukan IS.
4. Perhatikan kebutuhan sesungguhnya dari lawan bicara, apakah ini sesuai dengan apa yang mereka cari atau tidak?
5. Jangan menyampaikan IS dengan tendensius, atur tempo bicara, tidak dengan nada tinggi dan menggurui. Kendalikan suara dan mimik wajah anda. Nada rendah selalu tepat untuk menyampaikan saran anda
Kelima faktor diatas bila terus anda latih dalam berkomunikasi sehari-hari akan membuat anda menjadi komunikator yang efektif dan inspiratif, karena selalu dapat memberikan informasi yang tepat/jalan keluar kepada lawan bicara atas apa yang anda sampaikan dan dibutuhkan. Misalnya anda setelah nonton sebuah film dan ingin memotivasi lawan bicara untuk nonton film yang menurut anda bagus, coba lakukan IS, tapi lihat dulu apakah lawan bicara menyukai jenis film yang sama? Kalau tidak dan anda merasa itu penting untuk ia saksikan, utarakan alasan yang bernas kenapa ia harus menotonnya, keuntungan apa yang ia akan peroleh ketika menonton film yang anda anjurkan. Kedua contoh diatas, menjadi jelas buat anda dan penting bila setiap kesempatan yang kita lakukan (apalagi dalam konteks pekerjaan) kita memberikan pengaruh yang positif dari apa yang kita sampaikan. Dampaknya kemampuan komunikasi kita meningkat, bobot data yang kita miliki menjadi banyak dan kita menjadi inspirator baru buat mereka yang membuat mereka selalu senang bila berjumpa kita.